Bangka
Pos, 13 Januari 2011 menampilkan berita tentang telah terpopulerkannya mobil
Esemka yang notabene dirakit dan dirancang oleh siswa-siswa SMK di Solo, Jawa
Tengah yang menyulut minat seorang guru di Manggar, Belitung Timur untuk
membuat motor matic berbahan bakar
air aki. Dalam rubrik ini dinyatakan bahwa sebelumnya siswa SMK di Manggar juga
sudah pernah membuat mobil berbahan bakar aki, tapi baru bisa menyalakannya
belum sampai menjalankan. Hal ini semakin memacu siswa daerah untuk melanjutkan
penelitian mengenai efisiensi pemanfaatan air aki.
Keputusan
ini adalah sesuatu yang lumrah. Bukannya meniru tapi menjadikan sesuatu sebagai
acuan, sebagai motor penggerak gairah siswa SMK di daerah lain untuk terus
berkarya. Mungkin lain kali antusiasme pemerintah dalam menindaklanjuti
gebrakan besar seperti ini akan lebih tinggi lagi, tidak hanya hit and go seperti biasanya.Ketertarikan
yang luar biasa hanya ditampilkan dalam menyoroti masalah-masalah remaja, bukan
karya mereka.
Padahal
sebenarnya peluncuran mobil Esemka di Solo tidak begitu mengejutkan orang-orang
yang berkecimpung di dunia SMK, karena sebenarnya putra daerah yang pertama
kali berhasil merakit mobil adalah siswa-siswa dari SMKN 1 Malang. Tapi
sayangnya buah karya mereka tidak mendapat dukungan dari stakeholder daerah, sehingga tidak dipublikasi segencar di Solo.
Siapa yang pernah tahu bahwa siswa Malang pernah membuat mobil? Mungkin hanya
beberapa pihak yang terlibat saja. Tanya kenapa? Tidak ada publikasi media, dan
ketertarikan pemda untuk mempublikasikan karya emas anak bangsanya.
Munculnya mobil Esemka ke permukaan telah
memotivasi siswa SMK di daerah-daerah lain di Indonesia. Pemerintah, dunia pendidikan,
dan dunia usaha diharapkan bisa duduk satu meja untuk memformulasikan semuanya.
Karena dapat kita sadari bahwa di daerah, ketiga aspek itu berjalan
sendiri-sendiri tanpa saling merangkul. Padahal untuk menetapkan Hak Paten
terhadap suatu ciptaan tentunya membutuhkan bantuan dari ketiganya, begitu pula
dengan pemeriksaan uji kelayakan yang tidak bisa selesai dalam waktu sebentar
(baca : selalu diperlama).
Alangkah tersia-sianya minat, bakat, dan karya anak
bangsa yang tidak tersorot oleh ‘orang-orang atas’. Mengapa Indonesia masih
saja terus-terusan menjadi follower (peniru)
sementara di bumi Pertiwi ini telah bertebaran para inovator muda yang memiliki
daya saing tinggi jika dibandingkan dengan SDM di negar-negara maju. Betapa
menyedihkannya kondisi negeri ini jika pemerintah terus saja sibuk dengan
permasalahan mereka sendiri. Sungguh terlalu kompleks persoalan di Tanah Air,
terlalu pusing para pemegang kekuasaan kita dibuatnya, hingga tak ada lagi
waktu untuk pemuda bangsa. Faktor-faktor kecil inilah yang pada akhirnya
menghambat berkembangnya pengetahuan di Indonesia. Yang tahu makin tahu, yang
tidak tahu malah jadi tak mau tahu.
Mobil
Esemka hanya satu contoh dari karya besar anak bangsa, selain itu masih banyak
lagi ciptaan-ciptaan yang tak terungkap. Tak ada yang tau, bahkan saya pun tak
menyadarinya. Tanya kenapa? Sekali lagi semua karena sedikit sekali media yang
mempublikasikan . Media lebih sering memuat berita kebobrokan pejabat atau para
entertainer, bukan kebaikan atau dedikasi mereka untuk negeri ini. Pemberitaan
karya anak bangsa hanya lewat sekejap lalu hilang, tapi berita tentang
kebobrokan moral bangsa diumbar kemana-mana tanpa ada kata “cukup”. Bahkan tak
jarang terasa bahwa mereka yang berbuat pun tidak merasakan malu lagi, karena
semua serba biasa. Hedonisnya bangsa ini.
Salahkah
jika pada akhirnya semua anak bangsa yang berdedikasi besar malah pindah
mencari pemerintah lain atau negara lain yang mau menerima mereka dan
menghargai karya mereka? Tentunya di penghujung cerita pemerintah akan
mengaku-aku “Itu pemuda Indonesia, anak di TV luar negeri itu adalah anak Ibu
Pertiwi”. Betapa memalukan dan menyedihkan.
Padahal sejujurnya tentu saja remaja Indonesia
semakin cinta pada Bumi Persada. Yah, meski terkadang mungkin pernah juga terlintas
pikiran ingin mencari yang lebih baik, tapi kita semua pastinya tahu mana yang
terbaik. Sekarang tinggal para pemuda yang menentukan pilihan mereka. Namun,
akan lebih baik jika mereka tetap setia pada NKRI, tanpa harus berhenti
berkarya.
--Intan Chairrany (XII IPA 1)--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar