Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Juli 2021

Analisis Penyerangan KKB di Papua dan Kaitannya dengan Aspek Bela Negara

 

Selama pertengahan hingga akhir Mei 2021, terjadi rentetan kejadian tak diharapkan di salah satu pulau besar Indonesia. Penyerangan beruntun yang berujung baku tembak antara Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan TNI-Polri terus menerus terjadi di berbagai kabupaten di Papua hingga memakan banyak korban jiwa. Selain mengincar apparat, KKB di Papua juga melakukan pembakaran gedung sekolah. Diketahui ada sekitar 150 orang KKB militan di Papua, beberapa dari mereka menyerahkan diri  dan menyatakan ikrar setia pada NKRI. Anggota yang telah berikrar cinta ibu pertiwi diberikan pengamanan khusus dari kepolisian, namun tetap ditindak sesuai dengan kesalahannya. Pihak kepolisian berupaya melakukan pendekatan pada anggota KKB secara humanis dengan cara memberikan pemahaman dan jaminan kepada pihak-pihak yang belum sejalan dengan NKRI.

KKB Papua yang menyebut dirinya sebagai Tentara Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TNPB-OPM) ini pun sedang dikaji apakah tergolong dalam Kelompok Separatis dan Teroris (KST) karena yang kali ini diserang bukan hanya aparat, melainkan juga masyarakat sipil. Akan tetapi, keputusan ini bisa jadi akan menyebabkan masyarakat sipil Papua menjadi korban karena dilabeli teroris.  Pemimpin Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat menyatakan bahwa pelabelan teroris ini tidak sesuai karena dia merasa bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan terhadap masyarakat sipil untuk mengintimidasi secara luas demi tujuan politik. Menurutnya, hal ini telah dilakukan oleh militer Indonesia selama bertahun-tahun. Mereka mendesak Indonesia untuk menarik kekuatan militernya dari bumi Papua. Menurut pendapatnya, pasukan dan helikopter militer Indonesia hanya mendatangkan ketakutan bagi perempuan dan anak-anak di perkampungan Papua.

Dalam salah satu konferensi pers, Ketua MPR menerintahkan untuk menumpas habis KKB Papua tanpa memedulikan urusan HAM. Hal ini memicu kontroversi dari berbagai kelompok masyarakat karena pernyataan ini dianggap bisa mendorong peningkatan kekerasan di Papua, serta hanya akan melanggengkan siklus kekerasan yang dapat mengorbankan warga sipil dan aparat keamanan. Hak Asasi Manusia merupakan kewajiban konstitusi yang seharusnya menjadi prioritas dalam setiap kebijakan negara. Apabila dikesampingkan maka akan melawan hukum internasional dan juga konstitusional.

Tindak kekerasan dan baku tembak seperti ini bukan baru sekarang terjadi di Bumi Cendrawasih, melainkan sudah terjadi sejak bertahun lalu hampir di seluruh penjuru Papua. Pada tahun 2018, Kapolri pernah menyatakan dalam suatu pertemuan bahwa motif dan tujuan utama KKB Papua ini adalah kesejahteraan. Menurut beliau, kekerasan semacam ini sudah cukup banyak yang berhasil diredam, terutama di daerah-daerah yang sudah mulai naik tingkat kesejahteraan dan kemakmurannya. Beberapa pengamat politik menilai bahwa penyerangan ini bertujuan untuk menarik simpati dunia karena dukungan negara-negara lain terhadap pemisahan Papua dari Indonesia. Mereka meminta intervensi militer dari Pasukan Keamanan PBB serta mencari dukungan moril dan materiil dari Uni Eropa, Afrika-Karibia-Negara Pasifik, dan semua anggota PBB demi hak merdeka dan hak penentuan nasib sendiri untuk negara-negara yang terjajah.

Masalah ini tidak akan pernah selesai jika kedua belah pihak (pemerintah Indonesia dan KKB Papua) tidak mau duduk bersama untuk membahas win-win solution untuk masing-masing pihak agar tidak ada yang merasa dirugikan dari keputusan yang dihasilkan. Menurut saya, kekerasan tidak akan pernah menjadi jalan yang bisa dibenarkan dalam mencapai perdamaian. Advokasi personal dan kelompok harus dilakukan secara berkala agar tercapai perdamaian dan kemakmuran di Bumi Cendrawasih. Perbincangan dan diskusi harus dilakukan di tanah Papua dalam kondisi yang tenang tanpa diawasi oleh militer supaya tidak ada keputusan yang diambil berdasarkan paksaan dari salah satu pihak. Saya percaya kedamaian dan kemakmuran dapat diwujudkan di tanah Papua tanpa harus memisahkan diri dari Nusantara.


Disusun untuk memenuhi Tugas 1 Agenda 1 Diklatsar CPNS Kabupaten Bangka 

Golongan III Angkatan II Kelompok 4

 

 dr. Intan Chairrany

RSUD DR. Eko Maulana Ali Belinyu

Coach : Dra. Enny Habibah, MM

Kamis, 04 Juni 2015

Katanya Cinta

Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika isi memori komputernya film asing semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika ditanya siapa Wakil Presidennya Habibie mangap semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika diminta berbakti di pedalaman ngumpet semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika ditanya ada di kelpulauan manakah Halmahera malah melongo saja
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika setiap hari mencaci pemerintahan tapi diminta aksi tak pernah ada
Aksi bukan hanya lewat panas-panasan bakar ban di jalan
Aksi juga bisa lewat menulis kritis di media yang diisi artis-artis
Kalau kau cinta Indonesia berbaktilah
Tunjukkan pada dunia
Kalau kau membantu Indonesia melompat maju dari 70 tahun perkembangannya
Kadang dunia mencemooh kita
Kadang tetangga mencibir
Tapi tak kurang juga yang memuja penuh bunga
Mengelu-elukan sejarah bangsa kita
Sementara kita sendiri buta dan lupa
Sementara kita semua terus berpura-pura
Indonesiaku yang malang
Maafkan kami pemudamu yang lemah ditipu zaman
Ampuni kami yang tak berkepribadian
Selama bumi masih berputar dan matahari masih berpijar
Selama pena masih bertinta, selama darah masih terpompa
Masih ada pemuda yang peduli negaranya
Masih bertebaran tulisan dan gerakan di seluruh sudut Nusantara
Tinggal bagaimana kita menyatukan pergerakan
Bagai Budi Utomo yang menggabungkan kekuatan seluruh pemuda
Kita butuh satu nahkoda
Akukah?
Kamukah?


10 Mei 2015
Intan Chairrany

(dipicu puisi Rendra dan lakon Sudjiwo Tedjo)

Pesakitan dan Kebangkitan

Aku menjadi pesakitan dalam sel tipuanmu
Akalku terkurung jeruji
Kau, sipir yang memandang dari sudut pintu besi
Seakan akan tak peduli
Tubuhku terkapar lemah di lantai tanah separuh basah
Aku beku, pasrah

Aah, bagaimana?
Esok Hari Kebangkitan negaraku
Dapatkah aku bangkit?
Aku bosan jadi pesakitan
Apakah sebaiknya aku bergerilya saja?
Merangkak dalam gorong gorong bawah tanah

Hei, ada semacam sekop di dalam sini
Mungkin lantai ini bisa kugali


Intan Chairrany
20 Mei 2015

(Dicatat di lembar putih kosong halaman terakhir buku Epidemiologi pada hari kedua tutorial Epid-Biostat, saat tutor tak memperhatikan.)

Minggu, 08 Maret 2015

Tentang Perempuan

Nasib perempuan sekarang lebih baik daripada beberapa masa yang lalu, dimana kaum perempuan diberi hak dan kewajiban yang timpang. Alhamdulillah, saudari-saudari sekarang bisa dengan bebas belajar dan berkarya atau masihkah dirasa belum bebas? Lantas,perubahan apa yang akan kalian upayakan demi perbaikan?

Cc: Miak KAS_3G

Perubahan apa?

Ketika sekarang perempuan bisa bergerak seluwes laki-laki, hendaknya memanfaatkan keluwesan itu untuk belajar dan berbakti.

Dalam bentuk apa?

Sungguh, sebaik-baik perempuan adalah ia yang multitalenta, karena perempuan ada untuk dunia. Tanpa perempuan, maka tiadalah lagi kehidupan. Perempuan ditakdirkan memiliki rahim sebagai tempat berkembangnya manusia lain. Sejatinya seorang perempuan akan menjadi ibu, dan seorang ibu haruslah menjadi dokter, guru, koki, dan pahlawan. Saya akan manfaatkan kebebasan yang negara berikan dan karunia yang Allah berikan untuk mengumpulkan beragam ilmu. Menguasai ilmu kedokteran seperti yang sedang saya geluti sekarang, menekuni dunia penyiaran agar banyak pengetahuan yang bisa saya kumpulkan, menelusuri resep-resep masakan agar anak-anak saya bisa makan makanan enak dan bergizi setiap hari, menyulam benang-benang agar dapat memberikan kehangatan pakaian buatan tangan kepada yang terkasih, dan terakhir yang tidak kalah penting, yaitu membaca buku-buku cerita agar bisa memberikan dunia kepada anak-anak saya melalui mata dan hatinya.

Lalu apa yang akan saya berikan untuk perubahan?

Saya akan mendampingi lelaki yang telah meminta saya pada Ayah saya. Menyeka keringatnya saat ia pulang kelelahan, menyiapkan paginya dengan senyum dan sepaket sarapan, memeluknya ketika ia tenggelam dalam penat pekerjaan, tampil cantik di hadapannya agar terpulas selalu senyum di wajahnya, serta menjadi pakaian untuknya sebagaimana ia menjadi pakaian untuk saya. Menjadi istri yang berbakti sepenuhnya agar terjalin hubungan baik antara dua kehidupan, dua keluarga yang kami satukan.

Saya akan lahirkan kesatria-kesatria tangguh dan putri-putri yang menawan dalam lingkungan keluarga yang indah meski besarnya rumah tak seberapa. Saya akan menjadi ibu yang cerdas material dan spiritual agar dapat menyediakan madrasah pertama bagi calon-calon penerus bangsa. Saya akan tebarkan kebaikan lewat sela-sela jari dan sudut-sudut bibir, agar tetangga pun selalu saling menyayangi. Saya akan jadikan keluarga saya agen Tawassaw (penyampai pesan) agar masa (waktu) yang Allah berikan kepada kami tidak sia-sia.

Madang, 8-9 Maret 2015

(untuk menjawab pertanyaan sobat saya, Muhammad Sanjaya, yang diajukan tengah malam mendekati akhir Hari Perempuan Internasional ketika saya mulai berlagak penat melihat tumpukan materi ujian)

Selasa, 17 Februari 2015

Lomba Menulis Artikel Hari Gizi Nasional 2015 (oleh MCA-Indonesia)

Sampaikanlah Kebaikan Walau Hanya Satu Kata

Oleh: Intan Chairrany
(Pendidikan Dokter, FK Unsri 2012)

“Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
-HR. Thabrani dan Daruquthni-

Bunyi hadist diatas tentunya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat, baik yang muslim maupun non-muslim. Pernyataan bahwa manusia paling bermanfaat adalah manusia terbaik selalu digaung-gaungkan oleh setiap agama, setiap organisasi, setiap perkumpulan masyarakat. Lalu apa lagi yang masih ditunggu untuk mulai berkontribusi? Ada banyak aspek yang dapat difungsikan untuk menjadi bermanfaat, salah satu cara termudah adalah dengan berbagi. Berbagi kasih dengan berbagi pengetahuan, berbagi pengetahuan dengan menyampaikan.

Kader-kader Posyandu Anyelir tampak sibuk melayani para ibu yang membawa anaknya untuk mengikuti pemeriksaan bulanan yang diadakan di RW 01 Kelurahan 20 Ilir D1 (14/02).  Kegiatan Posyandu yang rutin dilakukan setiap bulan ini selalu menjadi magnet bagi ibu hamil, ibu dengan balita, dan beberapa lansia. Khozanah, Ketua Kader Posyandu Anyelir mengungkapkan bahwa jadwal pelaksanaan Posyandu tiap bulan telah diatur oleh Puskesmas. Namun pada pelaksanaannya tetap menyesuaikan dengan waktu yang disepakati oleh para kader bersama pihak Puskesmas. Sosialisasi waktu pelaksanaan kegiatan Posyandu dilakukan oleh kader yang notabene warga daerah setempat melalui penyampaian dari mulut ke mulut.

Kegiatan Posyandu Anyelir kurang lebih sama dengan posyandu lainnya yang dibagi dalam 5 Langkah, yaitu Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan, dan Pelayanan Kesehatan yang semuanya dilayani oleh Kader Posyandu. Setiap kali pemeriksaan, ibu-ibu datang dengan tangan kosong. Mereka hanya membawa anaknya tanpa KMS karena ternyata KMS dan buku KIA dipegang oleh kader setelah pemeriksaan untuk mencegah kasus kehilangan. Beberapa ibu bahkan tidak tahu hasil pemeriksaan bayinya karena situasi yang ramai dan terburu-buru melangkah ke meja berikutnya. “Saya tidak ingat lagi hasil penimbangan tadi, karena saat anak saya diperiksa mejanya ramai sekali. Setelah itu, kertasnya langsung saya serahkan ke meja pencatatan,” ujar Oci, ibu berusia 23 tahun yang datang memeriksakan dua anaknya. Sebagian lainnya malah langsung pulang setelah melakukan penimbangan balitanya untuk menghadiri undangan hajatan, misalnya. Kadang penyebab ketidaksesuaian fakta yang diutarakan oleh Kader dan warga tidak lain adalah kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Mereka hanya tahu bahwa Posyandu ada untuk menimbang bayi, memberikan imunisasi dan suplemen, serta pengobatan dan makanan tambahan bagi bayi atau balita yang membutuhkan. Padahal sebenarnya fungsi Posyandu tidak hanya seperti itu.

Rendahnya tingkat komunikasi antara Kader Posyandu dengan masyarakat yang kurang tahu dan kurang peduli pengakibatkan prevalensi stunting yang cukup tinggi di Sumatera Selatan (36,7%). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (MCA-Indonesia, 2013). Keadaan ini dapat dimulai sejak janin masih berada di dalam kandungan dan mulai terlihat pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah bergerak mencegah stunting dengan meluncurkan “Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan” yang lebih dikenal dengan 1000 HPK pada September 2012. Saat ini Idonesia masih berada di peringkat 5 ASEAN dengan prevalensi stunting sebesar 37,2%, bukan suatu angka yang membanggakan.

Angka kejadian stunting di Posyandu Anyelir cukup rendah karena bayi yang diduga mengalami stunting segera ditatalaksana oleh Kader Posyandu bekerjasama dengan Puskesmas Dempo. Namun di daerah-daerah tertentu yang ibu-ibunya kurang peduli dan kader posyandunya masa bodoh, usaha mengontrol kondisi gizi anak pada tahun pertama kehidupan menjadi sia-sia. Kegiatan Posyandu harus aktif dilaksanakan di setiap daerah, pengontrolan keadaan gizi anak secara rutin dapat mencegah terjadinya kekurangan gizi kronik yang tidak terlihat. Dengan dilakukan pemeriksaan tinggi dan berat badan serta lingkar kepala, Posyandu maupun Dinas Kesehatan dapat menatalaksana anak-anak yang pertumbuhannya kurang dengan cara pemberian asupan gizi yang lebih baik.

Kepedulian ibu dan masyarakat yang lebih mengerti sangat dibutuhkan dalam mengurangi prevalensi stunting di Indonesia menjadi di bawah 32% pada tahun 2015 seperti ditargetkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Sayangnya, ada banyak ibu yang kurang mengenal dan memahami fungsi meja Penyuluhan dalam setiap kali pelaksanaan Posyandu. Sejak KMS dan buku KIA tidak lagi dipegang ibu, dengan alasan sering hilang sedangkan proses cetak dan distribusi KMS tidak sebentar, hanya beberapa ibu yang melewati meja Penyuluhan. Padahal di sana ibu akan mendapatkan penjelasan dari kader mengenai kondisi anaknya saat ini dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan memperoleh pengarahan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh ibu di rumah maupun yang dibantu oleh Dinas Kesehatan.

Kerjasama antara ibu, keluarga dan Kader Posyandu akan membuat Indonesia menjadi negara yang lebih  baik. Sosialisasi mengenai peran Posyandu dalam membantu ibu hamil dan menyusui dengan usia anak kurang dari 5 tahun sangat perlu dilakukan secara berkala agar para ibu mengerti pentingnya peran tiap langkah di Posyandu. Peran Kader Posyandu dalam meningkatkan pengetahuan ibu mengenai kesehatan anaknya sangat besar. Ibu yang telah menerima penjelasan akan mengerti bahwa pemeriksaan yang dilakukan sejak masih mengandung hingga anak berusia 2 tahun akan mengurangi risiko cacat lahir dan terhambatnya pertumbuhan. Selain itu, nutrisi yang cukup, sanitasi dan higiene yang terjaga, serta kepedulian keluarga akan mengembangkan kemampuan kognitif anak untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Minggu, 25 Mei 2014

Gagasan Selingkuh

Hari itu hujan turun tiba-tiba. Benar-benar seperti air yang dicurahkan dari langit. Aku hanya berdiri mematung di perjalanan pulang, tanpa payung, setelah dicampakkan olehnya. Air mataku menderas seiring rintiknya yang perlahan memudar, seperti cinta Ayah. Air yang ditumpahkan itu habis. Hujan pun berhenti. Hanya rintiknya yang masih bisa ku dengar, tatapanku tak jelas lagi, air mataku terus mengalir tanpa bisa kutahan. Kakiku seakan kehilangan tenaganya untuk menopang tubuh kecilku. Aku terduduk lemas di pinggir jalan. Dia segalanya bagiku. Ayah yang membesarkanku. Dan sekarang ia memilih untuk tinggal bersama wanita pilihannya, dan anak-anak barunya. Ibu, aku merindukanmu.

Perempuan itu merebut Ayah dariku. Aku tahu seharusnya aku rela, harusnya aku berubah menjadi dewasa bersama kasih yang belum kutemukan di perempat bayaku. Tapi aku masih anak perempuannya yang hidup dan tumbuh besar semenjak Ibu pergi bertahun lalu. Perempuan itu merenggut kebahagiaanku. Begitupun putra-putrinya. Aku tak bisa rela.

***

Kalau boleh menangis aku akan melakukannya sekarang. Tapi jangan dulu, nanti saja. Laki-laki itu sepertinya masih menungguku di depan sana dan aku aku tidak cukup rela mempermalukan diri dihadapannya. Setelah kudengar langkah kakinya menjauh barulah aku melongokkan kepala, menatapi punggungnya yang berjalan acuh menjauhi kamarku. Sepertinya ia tahu aku tahu. Aku yakin ia akan mengunci diri dalam ruang kerjanya, menyibukkan pikirannya dengan tugas kantor yang katanya seabrek. Begitupun aku. Mengunci diri di kamar bertema biru dengan bulir-bulir bening tak henti menetes dari mataku. Isak kecewaku terus kuredam bantal, agar ia tak dapat mendengar dari ruang yang hanya terpisah ruang tengah.

Mataku masih sembab, sampai-sampai untuk membukanya pun aku butuh tenaga ekstra. Tapi aku sudah biasa, terlalu sering aku memergoki Papa  sedang bicara mesra dengan rekan kerjanya itu. Sayangnya aku belum kebal. Pemandangan itu masih membuat nyeri hatiku. Kukira Papa jauh lebih baik daripada Mama yang meninggalkan rumah bersama cinta pertamanya yang jauh lebih mapan dari Papa. Jangan kira aku mengidap father’s complex. Aku tidak mencintai Papa dengan tidak wajar. Aku hanya kecewa karena kutahu Tante Winda sangat menyayangi Papa sejak pertama kali aku bertemu dia.

***

Dua cerita di atas adalah paragraf awal dari desain cerpen yang masih tersusun rapi dalam dropbox, belum selesai diolah. Entah kapan selesai.

Keduanya merupakan cerita mengenai orang tua yang selingkuh, dari sudut pandang anak perempuan. Entah kenapa tanpa sadar saya menulis menggunakan dasar cerita itu padahal alhamdulillah dan insyaallah keluarga saya baik-baik saja. Saya lahir dari pasangan yang saling mencintai dan mengagumi dengan cara mereka sendiri. Saya percaya mereka masih dan akan tetap berusaha saling setia sampai nanti. Mungkin gagasan cerita tadi bersumber dari cerita-cerita teman saya yang pernah mengalami hal serupa. Saya berusaha memahami perasaan mereka, mencernanya lamat-lamat hingga benar-benar lumat dan dapat saya ceritakan kembali dengan lebih padat.

Laki-laki selingkuh, perempuan selingkuh. Di zaman ini tak ada lagi bahasa tabu, semua jujur tertutur. Ketika tabu menjadi rahasia umum, diumbar seenak perut, maka saya mencoba mengambil lahan. Menyusun kembali kepingan aksara yang diserakkan Tuhan di atas bumi untuk berbagi.

Kamis, 22 Mei 2014

Membaca: Menjelajah Masa

Saya membaca, dan terus membaca untuk tahu bagaimana caranya menulis. Saya bukan lagi anak kecil yang hanya menulis apa yang didiktekan guru di depan kelas. Saya menulis hal-hal yang saya cari sendiri, saya bongkar sendiri, saya telusuri sendiri. Belakangan ini saya suka membaca karya-karya orang dewasa, penulis angkatan ayah saya. Saya mencoba mengembangkan pengetahuan, dari yang paling dekat hingga paling jauh dengan saya.

Barusan saya selesai membaca tulisan mengenai Joesoef Isak atau dikenal juga dengan sebutan Joesoef Merdeka karena eksistensi beliau di koran Merdeka masa itu. Berkat tulisan itu pula saya mengetahui lebih banyak mengenai BM Diah, wartawan senior yang sering saya dengar namanya. Tadi pula saya baru tahu ternyata beliau telah meninggal satu tahun setelah kelahiran saya di Bumi Indonesia ini. Beberapa hari lalu saya juga baru selesai membaca novel fiksi berbasis riset dengan setting waktu seabad lalu ketika Indonesia masih dalam genggaman pemerintah kolonial. Novel cinta yang sangat manis dituturkan Remy Sylado dalam Malaikat Lereng Tidar. Apik sekali.

Mengenal penulis tua berarti menjelajahi sejarah. Sudah jadi rahasia umum bahwa penulis menulis berdasarkan keadaan zaman ketika ia hidup dan berkembang. Gaya penulisan dan topik bahasannya sangat dipengaruhi perkembangan zaman. Penulis angkatan saya sekarang mungkin melebarkan sayapnya dalam tema cinta, hal yang sangat lekat dengan remaja, meski dulu cinta merupakan hal tabu dan menjadi bahasan di cerita denga tokoh berusia diatas duapuluh tahun. Saya mungkin bosan dengan cerita-cerita picisan yang terlalu sering berkumandang di sekitarku. Jengah, mungkin.


Jadi sekarang saja mau menjelajah lagi. Setelah lelah dengan masa kini, saya ingin pergi ke masa lalu. Masa ketika pers masih sulit bergerak, dililit tekanan pemerintah, digencet zaman.

Selasa, 29 April 2014

KEPEMIMPINAN ISLAM DAN INDONESIA

"Siapa yang benci kepada suatu (tindakan) pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena sesungguhnya tiada seorangpun dari manusia yang keluar sejengkal saja dari pemimpinnya kemudian ia mati dalam keadaan demikian melainkan ia mati dalam keadaan jahiliyah." (HR. Muslim) 
Ketika berbicara mengenai pemimpin dalam Islam, maka yang terlintas dalam benak adalah sosok Amirul Mu’minin yang mampu menaungi umatnya dengan segala hukum Islam. Bayangan pemerintahan di zaman Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat yang begitu memesona dengan segala pahit manisnya.
Sesungguhnya dalam Islam ada banyak sekali kegiatan yang diatur hanya dapat dilaksanakan berjama’ah. Dalam konsep jama’ah ini, ada seorang yang dipercaya sebagai imam, dapat pula diartikan pemimpin atau orang yang berada di depan (dari kata dasar amaama yang  dalam bahasa Arab berarti di depan) sedangkan yang lainnya menjadi ma’mum (orang yang dipimpin). Dengan kata lain, Islam mengharuskan umatnya untuk memilih seorang pemimpin (amir) dari mereka agar dapat menggabungkan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Seorang amir patutnya adalah seseorang yang lebih baik dari ma’mum  baik agama maupun ilmunya, lebih banyak mengetahui, lebih mampu menyampaikan, serta lebih mampu mempengaruhi untuk tujuan kebaikan. Praktisnya, seorang amir dalam Islam adalah seseorang yang dengan sukarela diikuti oleh umatnya tanpa mereka berniat membelot tapi tetap memiliki hak dan kewajiban untuk menegur ketika amir mereka salah. Dalam sholat contohnya, ketika imam salah gerakan maka ma’mum yang dibelakangnya akan melafalkan “Subhanallah, subhanallah, subhanallah.” Imam yang sadar seharusnya akan langsung memperbaiki kesalahannya karena tujuan dalam Islam adalah melakukan yang tebaik untuk mendapatkan ridho Allah swt.
Sesungguhnya Al Qur-an adalah sumber dari segala ilmu yang diturunkan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam. Apabila pemimpin di suatu negara yang rakyatnya diatur untuk menjadi monotheis meski dengan kepercayaan berbeda benar-benar menerapkan pemerintahan berbasis Qur-an maka seharusnya negara yang dipimpinnya akan berjalan menuju kebaikan. Lain halnya jika pemimpin itu sendiri yang salah menafsirkan lalu salah pula mengerjakannya, atau rakyat di negara itu yang menolak apa yang dibawa pemimpinnya seperti yang telah terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Seorang pemimpin tentunya tidak dapat bergerak sendirian tanpa dukungan dari rakyatnya. Pemimpin ada untuk memimpin umatnya agar bergerak bersama mencapai tujuan negara, bukan untuk menjalankan sendiri programnya tanpa bantuan.
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia. Negara yang dibangun oleh beragam suku, agama, dan ras. Bersatu padu dalam Bhineka Tunggal Ika sejak hampir 69 tahun silam. Negara yang disebut-sebut negara Islam namun tampak sekuler inilah tempat kita tinggal berdiam dan lalu beranak-pinak. Negara Islam satu-satunya yang masih bersikukuh mengikuti kompetisi putri kecantikan kelas dunia, negara Islam yang memiliki Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, negara Islam dengan tingkat korupsi yang masih sangat tinggi.
Negara kita tercinta ini memang belum menerapkan sistem pemerintahan Islam, mengingat bukan hanya kaum muslim yang mengisi kepulauan ini. Kepulauan besar kita merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi Pancasila yang sangat jelas tidak termasuk dalam hukum Islam, karena Islam mengajarkan sistem musyawarah mufakat dan pemerintahan berbasis khilafah. Hal ini membuat beberapa penganut Islam yang fanatik buta menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang tidak bisa ditolerir sehingga mereka memilih untuk menjadi “golongan putih” setiap kali dilaksanakan pemilihan umum. Keputusan yang sangat tidak beralasan jika kita mempertimbangkan apa yang akan terjadi saat kita menyerahkan hak suara begitu saja tanpa peduli apa yang akan terjadi pada kertas suara kita. Pemilu Legislatif yang dilaksanakan 9 April silam masih dinodai oleh jejak golput. Seandainya memang orang-orang Islam yang seharusnya pintar ini tidak mau terlibat, mau jadi apa negara ini?
Saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa borok Indonesia hampir tidak dapat lagi disembunyikan. Beberapa orang hanya mencibir di belakang, berkomatkamit mencaci pemegang pemerintahan saat ini tanpa cukup peduli untuk sekadar datang ke bilik kecil mencoblos satu lambang partai. Bukankah ada banyak partai yang juga membawa nama Islam? Seperti kata pepatah, “Suatu kaum tidak akan berubah sampai kaum itu sendiri yang merubahnya.” Bagaimana Islam mau berkembang lagi di Nusantara kalau pegiat muslim sendiri terpecah-pecah dan terlalu malas untuk mencoba berubah? Padahal dengan berikhtiar, mungkin saja Allah akan membawa suara kita untuk dapat mengubah hasil yang pastinya sudah diprediksi bahkan sebelum Pemilu digelar.

Kepada para pemuda penerus bangsa: Tunjukkan eksistensimu, buktikan pada dunia bahwa keberadaanmu dapat membantu memperbaiki Indonesia. Kalianlah para calon pemimpin, maka pilihlah pula pemimpin yang setidaknya paling baik dari semua calon yang ada agar kalian dapat meneruskan perjuangannya kelak. 

opini ini telah dipublikasikan pada Buletin Galaxy BPPM Ibnu Sina FK Unsri Edisi April 2014

Minggu, 20 April 2014

Cobaan Untuk Indonesia


Untuk kesekian kalinya dalam sejarah Indonesia, bencana alam kembali mengguncang negeri ini. Di puncak musim penghujan, DKI Jakarta, Bekasi, Tangerang, Karawang, Subang, Pati, Blitar dan beberapa kota lain di Indonesia dikepung banjir. Hal ini menyebabkan kegiatan masyarakat terhambat oleh air yang menggenangi jalanan dan rumah-rumah mereka. Bahkan ibukota negara kita tercinta, yang notabene sudah menjadi langganan banjir pun merasa bahwa banjir tahun ini jauh lebih deras, lebih tinggi, dan lebih menyebar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, ujung atas Sulawesi dilanda banjir bandang yang dilaporkan telah menelan 19 jiwa dan 2.091 orang mengungsi (22/01). Tidak ada yang mampu memprediksi, ketika Allah berkata jadi, maka jadilah, "Kun, fayakuun".

Selain air, lempeng tektonik Indonesia juga terguncang. Di Karo, Sumatera Utara, Gunung Sinabung yang sebelumnya berstatus Gunung Kategori B atau tidak aktif, secara mendadak pada 27 Agustus 2010 bergolak dengan aktivitas magma yang signifikan dibawah lapisan bumi dan menjadikan Sinabung Gunung Kategori A (aktif). Kemudian dinyatakan berada dalam kondisi waspada oleh Pusat Vulkanologi dan Mitifasi Bencana Geologi (PVMBG), yang membuat masyarakat terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal dan ladang mereka sejak September 2013.

Belum ada tanda berakhirnya erupsi Sinabung, 24 November 2013 hingga memasuki tahun baru merupakan masa-masa puncak erupsi, gunung ini dinyatakan berada pada level tertinggi. Peningkatan dan penurunan aktivitas gunung membuat hasil prediksi yang fluktuatif, sehingga tak ada yang bisa meramalkan kapan berakhirnya erupsi ini sementara Sinabung terus mngeluarkan awan panas dan abu vulkanik dari kawahnya. Bahkan beberapa hari lalu (07/02) untuk kesekian kalinya, gunung ini kembali mengeluarkan awan panas yang menyapu kaki gunung.

Indonesia terus menerus diguncang bencana. Apa maksud Allah dengan semua ini? Bagaimana kita hraus menyikapinya? Apakah benar pernyataan Ebiet G. Ade dalam "Berita Kepada Kawan", bahwa mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, atau bahwa alam mulai bosan bersahabat kepada kita? Lalu perlukah kita bertanya pada rumput yang bergoyang atau mulai mengetuk hati masing-masing yang mungkin telah jarang disapa. Menanyakan apa makna eksistensi kita di bumi-Nya yang telah Ia hamparkan dengan segala nikmat yang bisa kita akses sesukanya.

Mungkinkah kita manusia terlalu sombong untuk sekadar berterimakasih, bersyukur atas jutaan nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada kita selama kita menumpang di dunia yang fana ini. Dunia yang hanya dijejak sebentar, tempat bermain dan bersenda gurau semata. Hendaknya kita syukuri segala macam musibah yang terus menyapa, sebagai wujud kesadaran diri. Musibah dihadirkan Allah sebagai pengingat bagi yang lupa, untuk menghapus dosa-dosa, agar kita merasakan yang orang lain rasakan. Semoga kita semua dapat menjadi hamba-Nya yang bersyukur agar kehidupan kita yang sementara ini dapat bermanfaat di akhirat-Nya yang kekal. Aamiin.

Telah terpublikasi di Buletin Galaxy BPPM Ibnu Sina FK Unsri Edisi Februari.

Kamis, 11 April 2013

Untuk Kalian


Palembang, 12 April 2013
Untuk Keluargaku


Setelah sekian lama tak bercerita, kali ini aku akan berkisah tentang kita.

Masihkan kalian ingat ketika malam itu (04/04) kita membentuk lingkaran kecil beratapkan langit malam dan cahaya yang berkilat silau sesekali? Delapan anak manusia berkumpul mencoba menyingkap rahasia yang harusnya bukan rahasia. Menerka-nerka dimana letak ujung benang merah yang terlampau kusut bergelung melilit keluarga kecil kita, membuat sesak karena terlalu erat. Satu demi satu pertanyaan terlontar dari lidah kita yang tanpa tulang. Kejujuran adalah tujuan akhir yang sepertinya sangat ingin kita capai malam itu. Tapi aku sungguh telah salah mengira, pengharapanku tersemat di tempat yang terlalu tinggi. Ternyata kita memang belum sedekat itu untuk mampu sepenuhnya berbagi.

Aku sungguh merindukan kita yang saling melengkapi, menutupi kekurangan yang satu dengan kelebihan yang lain. Kita yang dengan mudah mengungkap perasaan secara gamblang, tanpa ada rahasia, tanpa ada dusta. Aku mencintai kita dengan cinta yang begitu dalamnya hingga aku tak mau menerima situasi yang melingkupi saat ini. Keadaan ketika aku dan kalian terasa tak dekat lagi. Ada kotak kecil di dalam lingkaran kita.

Aku bukan orang yang terlalu perasa, tapi aku bukan pula orang yang tak peka. Kotak kecil itu sedikit banyak mengusik perhatianku. Namun, tak pernah kuduga bila penghuni kotak itu ternyata lebih tak peka dariku. Mereka adalah tokoh yang berkeras meyakini bahwa bukan mereka yang salah, mereka tak merasa membentuk sebuah kotak yang telah nyata ada diantara kita, mengkambinghitamkan orang lain, menyalahkan keluarga.

Aku adalah orang yang mudah mengakui kesalahan dan sangat tak suka disalahkan ketika aku tak sedikit pun berbuat salah. Maafkan kalau kadang lidah dan jari-jariku terlalu tajam. Tapi memang itulah maksudku, sengaja mereka kuasah supaya mampu memberi setidaknya goresan kecil pada hati mereka yang tak peka, bila perlu aku ingin menyayatnya. Maafkan lagi kalau aku mulai menggunakan bahasa sarkastik, memisahkan mereka dari kita, sungguh geramku kadang tiba-tiba meraja. 

Mereka bilang kita yang terlalu mensugestikan diri, terus menerus merasa terbuang, merasa tersisih. Padahal sungguhnya kita hanya mencoba merangkul yang menjauh, mengingatkan kawan yang lupa. Padahal sungguhnya kita pun tak mau lagi peduli. Kabar yang menarik tak akan jadi menarik lagi jika apabila terlalu sering diulang. Bosan. Bahkan sejak kemarin (11/04) aku pun mulai menyukai keadaan ini. Mensyukuri keberadaan mereka diantara kita, membiarkan mereka terjebak dalam kotak kecil yang mereka ciptakan sendiri. Menertawakan segala keuntungan yang kita dapat sebagai benih dari keberadaan kotak kecil di dalam lingkaran kita.

Penghuni kotak itu bahagia dengan kebersamaan mereka, pun masih suka bersenang-senang bersama kita. Aku turut bahagia, kalian juga demikian kan? Kalau kotak itu merasa nyaman berada dalam lingkaran kita, mengapa tidak kita berikan pula kenyamanan bagi mereka? Toh, kotak kecil itu pula yang membuat lingkaran kita tercipta. Namun, kurasa mereka merasa perlu membayar pajak meski kita tak pernah meminta. Walaupun sebenarnya tak perlu, harus kuakui bahwa aku juga sangat menikmati upeti-upeti yang mereka berikan dengan senang hati. Haha.

Tapi ternyata beberapa hari lalu (08/04) satu dari kita sampai di ambang kemampuannya mempertahankan kesabaran. “Mengapa tidak kita habiskan saja cerita kita?”, katanya. Kupikir ada benarnya juga. Mengapa tidak kita tinggalkan saja keluarga kecil yang telah menjadi lebih kecil ini? Biarlah kita tetap berkumpul dalam lingkaran tanpa harus ada status menjerat kita. Belakangan ini aku pribadi merasa nama keluarga kita kadang digunakan dengan tidak semestinya lagi. Bukannya aku tak berterimakasih pada mereka yang menyatukan kita, tapi aku sungguh merasa jengah. Maafkan keegoisanku yang mungkin kini terasa begitu pekat.

Biarlah nama itu dipakai ketika kita pergi mendekati langit lagi, ketika kita bersama menjadi semakin dekat dengan Tuhan kita lagi. Di samping itu, biarlah kita terus bersahabat tanpa harus merasa berat, berkelakar tanpa merasa terbakar, serta berkasihsayang tanpa ada yang merasa terbuang.

Tertanda,
Yang merindukan Kita

Senin, 03 Desember 2012

Setting Tempat

Dalam bulan ini PlotPoint mengadakan beberapa kompetisi menulis yang mengharuskan saya yang terbiasa mengalir begitu saja dalam cerita untuk menitikberatkan pada setting tempat, lokasi pengambilan cerita. Saya adalah orang yang pada dasarnya tidak pernah mau bersusah-susah menghapalkan tempat, jalan, dan sebagainya. Saya biasanya fokus pada suasana dan deskripsi lokasi, bukan lokasi itu sendiri. Kompetisi-kompetisi ini merupakan salah satu tantangan terberat bagi saya, karena untuk meloloskan naskah  mau tidak mau saya harus mampu menekankan setting tempat dalam cerita saya.

Untuk Tulis Nusantara, mungkin saya akan memasukkan setting Pantai Matras atau Pemali, karena dalam event ini tidak membatasi tempat seperti apa yang bisa dijadikan objek cerita.Sementara itu, saya masih belum menemukan kota yang pantas saya ceritakan untuk Cerita Cinta Kota. Sok sekali ya kelihatannya. Sungguh, saya tidak bermaksud begitu. Kalimat itu tertuang karena saya bahkan belum pernah benar-benar tinggal dalam suatu kota, kecil maupun besar, yang lokasi-lokasinya sampai begitu membekas dalam ingatan saya. Hal inilah yang kurang lebih membatasi ruang gerak saya dalam menceritakan suatu tempat.

Yah, begitulah rencana singkat saya. Doakan langkah pembuatan plot cerita saya yaa... Semoga pembuatan plot cerita maupun ujian Blok 3 dan 4 saya bisa berjalan dengan baik. Aamiin... O:)

Minggu, 25 November 2012

puisi gokil :p

barusan aku nonton Malam Minggu Miko - Episode Miranda (linknya http://www.youtube.com/watch?v=-7-N39cF4Ok&NR=1&feature=endscreen )
dan didalamnya ada puisi singkat yang keren, dipake ama si Miko (Raditya Dika) buat ngemodus Miranda, gebetan barunya.
Berikut puisinya (3.59-4.20)
ditengah sendunya malam
aku teringat parasmu
aku bercumbu pada kerinduanku ...
dalam video itu tampak jelas kalo puisi itu didapet Miko dari Pak Sanca, pembantunya. Hahahaha, konyol banget. Kayaknya si Miko memang ga punya bakat punya pacar deh :p

Minggu, 11 November 2012

sadar menulis

Kepada : Saya yang sedang menulis

Menulis bukan sekadar merangkai kata. Menulis merupakan cara mengurai jiwa, merentangnya dalam huruf-huruf penuh balutan makna dan rasa. Menulis tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa menyertakan hati di dalamnya.
Percayalah, hal ini nyata adanya.
Kalian yang tidak meletakkan hatinya dalam kata, mungkin merasa sebal membaca penuturanku ini. Santai saja, ini hanya opiniku. Menulis tanpa rasa hanya akan membuahkan tulisan hampa, tak berjiwa, tak berasa. Menulis tanpa rasa akan membuat jenuh penulisnya. Menulis sekadar memenuhi kewajiban, bukan karena dorongan hati.

Kawan, tolong ubahlah sudut pandang kalian. Nikmatilah tulisan, apa pun itu. Segala yang tau tulis, akan membawa kebaikan untukmu, jika kau memberinya jiwa. Juwa yang tulus, yang rela, yang penuh cinta.


*efek terlalu banyak menulis tulisan hampa (baca: laporan)*

Senin, 02 Juli 2012

SAYA ADALAH...

Okay, sekarang saya merasa sedikit banyak 'tercolek' dengan apa yang saya dapat sebagai hasil membongkar habis isi blog orang. Hasilnya :


1. saya adalah orang yang mengaku suka menulis padahal belum sekalipun bisa menorehkan nama lewat lomba dibidang ini.
2. saya adalah orang yang mengaku suka sastra padahal menyusun kalimat pun masih sering salah
3. saya adalah orang yang mengaku suka Bahasa Indonesia padahal selalu mendapat nilai kecil di kelas (utk pelajaran ini)
4. saya adalah orang yang mengaku pemimpi yang optimis padahal sangat sering merasa pesimis
5. saya adalah orang yang mengaku simple padahal sering berlebihan menanggapi sesuatu
6. saya adalah orang yang mengaku energetic padahal sering kehilangan semangatnya tanpa sebab
7. saya adalah orang yang mengaku bisa menerima padahal sesungguhnya sulit (bukan tidak bisa)
8. saya adalah orang yang mengaku punya banyak mimpi padahal kadang malas berusaha menggapainya
9. saya adalah orang yang mengaku tanpa masalah padahal punya banyak dan selalu mencoba menyembunyikannya
10. saya adalah orang yang mengaku tidak suka membuat orang lain repot padahal sangat sering melakukannya

See? Kalian sudah tau kan saya ini seperti apa? Jadi tolong maklumi saya, maklumi kekurangan saya yang sengaja saya sembunyikan dibalik kata-kata saya. Maafkan saya yang terlalu apik berbicara meski sangat sering mengingkarinya. Maafkan saya, sungguh saya minta maaf. Sekarang saya sadar alangkah munafik-nya saya. Betapa pandainya saya menipu manusia. Sungguh, saya tidak memiliki maksud lain dibalik kata-kata saya selain untuk memotivasi diri saya sendiri supaya saya akhirnya bisa menjadi apa yang saya katakan. Semua hal ini hanya untuk mensugesti hati dan pikiran saya sendiri, bukan untuk menipu anda sekalian.

SEKALI LAGI, MOHON MAAFKAN SAYA....
MOHON DENGAN SANGAT
(PS. mengutip kalimat di film Kiamat Sudah Dekat)

Selasa, 12 Juni 2012

Ambulans dan SNMPTN

Ketika saya masih terlarut dalam euforia SNMPTN,
ketika saya sedang bingung apakah saya akan tiba di lokasi tes dengan selamat dan tepat waktu.
Terdengar bunyi sirine dari arah belakang yang ternyata adalah sebuah ambulans, juga terjebak macetnya Jakarta.
Bisa dibayangkan seperti apa perasaan mereka yang berada didalamnya, mungkin hanya sedikit berbeda dengan saya.
Bedanya, saya diambang telat atau tidak, mereka diambang hidup dan mati.
Mungkin saja yang ada di dalamnya adalah seeorang yang sedang susah payah memperjuangkan hidupnya.
Namun, tak ada toleransi di tengah deru asap polusi Jakarta.

Alangkah...
Jakarta oh Jakarta..
Kau buatku berdecak kagum
atas sifat aroganmu
tak mentolerir apapun
jalanmu jalanmu
debu polusi dan mati

such an unbelievable thing!

06.07 WIB
Di pinggiran Kota Jakarta, aku menemukan fenomena unik yang belum pernah kutemui di pulauku yang nyaman, asri, dan langganan Adipura.
beberapa penjual sayur dan buah-buahan menjajakan dagangannya di pinggir jalan ketika di depan mereka puluhan bahkan ratusan kendaraan bermotor berlalu-lalang menebarkan polusi ke seluruh jagat raya.
Ya, mungkin di sini masih banyak golongan yang tak lagi perduli apa yang masuk ke perutnya bersih atau tidak, sehat atau tidak, yang penting mereka kenyang dan penjualnya dapat uang.
Kukira hal seperti ini hanya kau lihat di TV, untuk menggambarkan alangkah bobroknya bangsa ini.
Satu sisi menampakkan dunia glamor dengan ratusan mal berserakan, semendara di sisi lain hal seperti ini yang harus disaksikan.
(maklumlah, saya orang kampung yang gak pernah ketemu beginian)
Miris.
Bersyukurlah aku yang dibesarkan di pulauku yang penuh kedamaian.

Sabtu, 09 Juni 2012

08 Juni 2012

Pengalaman Pertama Bersama Ojek Payung


Subhanallah.
Ketika saya melangkahkan kaki keluar dari Gramedia Depok, derasnya hujan tak menghalangi pandangan saya kepada bocah-bocah kecil bertelanjang kaki yang membawa sebuah payung besar.
Sebenarnya saya membawa payung sendiri, tapi tepat saat saya hampir membuka payung saya, teman saya berkata "Lebih baik kita memakai jasa ojek payung saja". Saya pun menurut, kami menyewa payung dari seorang bocah yang kelihatannya lebih layak tertidur pulas di rumah daripada mencari nafkah di tengah hujan sore Kota Depok.
Tangan kecilnya berusaha menahan payung agar tetap melindungi kami. Alangkah mirisnya hati ini.
Dia hanyalah seorang siswa kelas 5 SD yang baru saja menyelesaikan UKK-nya dan dia harus melakukan pekerjaan, yang tampaknya, ringan hanya untuk mengumpulkan sedikit rupiah demi kelangsungan hidupnya.
 Dengan senyum tulusnya, dia menemani kami menanti angkutan kota yang akan membawa kami menuju rumah kami yang nyaman sambil memandangi kakaknya yang dengan sigap mengatur keluarnya kendaraan dari tampat parkir Gramedia. Kakaknya yang berdiri di bawah rinai hujan, tanpa payung, tanpa pakaian hangat.

Apa yang bisa kita lakukan agar tak ada lagi anak-anak lain yang mengalami nasib seperti ini?
Akankah kita hanya berdiam diri menanti perubahan datang dengan sendirinya?
Pertanyaan klise yang tak kunjung terjawab. 

Selasa, 01 Mei 2012

Orang Tua, Anak, dan Norma


            Anak merupakan karunia dari Tuhan yang dititipkan pada setiap orang tua, dan ditujukan untuk mengubah nasib dan jalan hidup manusia di masa yang akan datang. Tidak ada manusia yang sama di dunia ini, bagitu pula karakter anak-anak yang tersebar di seluruh belahan bumi, khususnya Indonesia. Dewasa ini anak-anak Indonesia pada umumnya terlihat sudah tidak lagi menjalankan perannya sebagai anak-anak, mereka lebih sering terlihat memperlakukan dirinya sebagai orang dewasa. Bukan salah mereka, mereka tentunya tak akan melakukan hal-hal yang seharusnya bahkan belum mereka kenal jika tidak ada orang terdekat mereka yang memberikan contoh atau bahkan terkadang menuntun mereka untuk menirunya secara tidak sengaja karena mereka ingin anak-anak itu berperilaku seperti yang mereka inginkan.
            Tidak hanya para orang tua yang memberikan contoh yang kurang tepat  yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, tapi juga kondisi keluarga yang tidak harmonis serta kekerasan-kekerasan kecil yang sering dilakukan dalam lingkup kelompok kecil yang kita sebut keluarga. Seorang anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tentunya sangat membutuhkan perhatian dari orang terdekatnya. Tapi apabila keluarganya tidak mampu memberikan perhatian yang betul-betul dia butuhkan, anak itu akan mencari pelampiasan di luar. Anak itu akan menjadi lebih terikat terhadap teman-teman bermainnya, pelariannya, yang belum tentu dapat memberikan perhatian cukup serta contoh yang baik seperti yang seharusnya diberikan oleh orang tua.
            Selain itu, di masa globalisasi ini anak-anak juga membutuhkan pengawasan yang lebih ketat. Kita semua tentunya tahu bahwa internet tidak hanya memuat konten yang baik, tapi juga konten yang tidak layak dikonsumsi anak. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap segala hal yang baru dikenali anak akan membuat mereka terperosok ke lubang yang lebih dalam. Meskipun dari luar mereka kelihatan baik-baik saja dan sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua mereka, didalamnya mereka sangat rapuh dan sangat mudah dipengaruhi oleh pengetahuan-pengetahuan baru yang mereka kenali sebelum mereka tahu bagaimana menyikapinya.
            Perkembangan anak yang tidak seharusnya ini akan sangat memberikan dampak besar pada jenjang kehidupan mereka selanjutnya. Seperti dapat kita lihat pada diri anak-anak sekarang, mereka lebih senang menuruti kata-kata teman daripada orang tua mereka. Hal ini pulalah yang membuat anak melupakan nilai-nilai luhur yang seharusnya lebih kuat ditanamkan oleh orang tua. Anak seolah merasa mereka sudah tahu lebih banyak daripada orang tua mereka, sehingga terkadang mereka tidak mau lagi menuruti kata-kata orang tua yang mereka anggap kolot, ketinggalan zaman. Sementara disamping itu, seorang teman datang membawakan sesuatu yang sangat ia inginkan, kesenangan semu yang selama ini dihalang-halangi oleh orang tua. Kesenangan seperti mencicipi hal-hal baru, melakukan pemberontakan dalam bentuk tawuran, membuka wawasan dalam dunia maya yang tanpa batas, dan masih banyak kesenangan-kesenangan lainnya.
            Hal-hal negatif yang terlanjur menjadi konsumsi mereka sehari-hari telah mengikis batasan-batasan yang sejak dulu ditanamkan oleh orang tua mereka. Anak-anak dengan jiwa egois akan melakukan kegiatan yang mereka sukai, sehingga tak ada lagi palang yang dapat menghalangi serta melindungi mereka dari energi negatif yang tersebar di sekitar mereka. Kebiasaan ini juga membuat mereka bertindak semena-mena menentang peraturan dan norma yang mereka pikir tidak lagi sesuai dengan pola kehidupan mereka sekarang. Peraturan itu terlalu menjerat mereka yang sangat ingin mencicipi udara kebebasan. Padahal menurut sebagian orang, kebebasan tidak selalu berarti harus pergi, namun kebebasan adalah saat dimana kita bisa tetap tinggal dengan rasa nyaman.
            Anak-anak seharusnya menyadari hal ini, tapi apa yang harus kita perbuat pada anak yang terlanjur terpeleset? Mereka tidak akan mau diangkat atau disuruh berdiri begitu saja. Mereka membutuhkan uluran tangan yang menyentuh hati mereka, memperingatkan mereka bahwa tidak baik berada di tempat mereka tidak seharusnya berada. Terkadang untuk merubah seorang anak, kita harus sedikit merelakan waktu untuk memperhatikan mereka, sedikit teguran, serta sedikit sapaan ramah saat mereka masuk atau keluar rumah. Mereka akan lebih menghargai perlakuan seperti ini daripada memberikan mereka tekanan yang berlebihan dengan menggunakan alat pemukul untuk mengingatkan mereka, yang akan memberikan efek ingin membalas dendam dalam benak mereka.
            Secara tidak langsung, setiap orang tua haruslah memiliki cara tersendiri untuk mendidik anak sesuai dengan karakter mereka. Perlu diketahui bahwa kekerasan sama sekali bukan cara yang baik untuk mendidik serta menanamkan norma pada anak. Buatlah mereka mengenal bahwa kekerasan bukan hal yang baik, jangan malah mencontohkan pada mereka. Karena anak-anak yang terbiasa dengan kekerasan di rumah akan dengan senang hati mempraktekkannya pada teman-teman bermainnya, yang kemungkinan akan menirunya pula. Bukankah ini nantinya akan menjadi kondisi yang sangat tidak mengenakkan ketika di masa depan mereka menjadi oknum-oknum penggila kekerasan yang tentunya akan merugikan orang-orang disekitar mereka.
            Tapi kenyataan saat ini sudah terlanjur salah, banyak anak-anak yang terperangkap dalam jerat kekerasan yang seolah sudah menjadi darah daging mereka. Mereka lebih senang menyelesaikan masalah dengan otot dan emosi dibanding memusyawarahkannya dengan otak dan logika. Tindakan kasar serta kata-kata kotor serasa sudah berada di ujung lidah mereka, begitu mudah untuk diucapkan. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Bang Haji Rhoma Irama dengan kalimat “Masa muda masa yang berapi-api, maunya menang sendiri walau salah tak perduli”. Norma yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dengan sangat mudah dihempas hingga ke dasar jurang. Rasa segan terhadap orang tua pun mulai terhapuskan dari jiwa anak-anak yang mulai beranjak dewasa. Tenggelam dalam kebiasaan orang Barat yang menganggap kedewasaan berarti tak ada lagi yang boleh ikut campur dalam hidup mereka.
            Kondisi seperti ini tentunya tidak boleh kita biarkan berlarut-larut. Mental anak harus ditata ulang supaya mereka dapat bertindak sebagaimana mestinya. Menjadi anak baik yang selalu menjaga perilakunya agar terus sejalan dengan berbagai norma yang telah ditanamkan dalam-dalam di benak mereka. Anak yang patuh pada orang tua dan selalu mengingat nilai-nilai agama.
            Sebagai penyelesaian hendaknya kita memperlakukan anak seperti bagaimana mereka seharusnya diperakukan. Memberi mereka perhatian sesuai kebutuhan, tidak lebih dan tidak pula kurang. Mendidik mereka dengan penuh kasih sayang sambil terus berusaha mengimbangi dengan kondisi dunia mereka saat ini.  Mengawasi pergaulan mereka serta menghindarkan diri mereka dari menyaksikan tindakan kekerasan secara langsung.



Oleh : Intan Chairrany

Sabtu, 31 Maret 2012

Mobil Esemka dan Eksistensi Karya Anak Bangsa


            Bangka Pos, 13 Januari 2011 menampilkan berita tentang telah terpopulerkannya mobil Esemka yang notabene dirakit dan dirancang oleh siswa-siswa SMK di Solo, Jawa Tengah yang menyulut minat seorang guru di Manggar, Belitung Timur untuk membuat motor matic berbahan bakar air aki. Dalam rubrik ini dinyatakan bahwa sebelumnya siswa SMK di Manggar juga sudah pernah membuat mobil berbahan bakar aki, tapi baru bisa menyalakannya belum sampai menjalankan. Hal ini semakin memacu siswa daerah untuk melanjutkan penelitian mengenai efisiensi pemanfaatan air aki.
            Keputusan ini adalah sesuatu yang lumrah. Bukannya meniru tapi menjadikan sesuatu sebagai acuan, sebagai motor penggerak gairah siswa SMK di daerah lain untuk terus berkarya. Mungkin lain kali antusiasme pemerintah dalam menindaklanjuti gebrakan besar seperti ini akan lebih tinggi lagi, tidak hanya hit and go seperti biasanya.Ketertarikan yang luar biasa hanya ditampilkan dalam menyoroti masalah-masalah remaja, bukan karya mereka.
            Padahal sebenarnya peluncuran mobil Esemka di Solo tidak begitu mengejutkan orang-orang yang berkecimpung di dunia SMK, karena sebenarnya putra daerah yang pertama kali berhasil merakit mobil adalah siswa-siswa dari SMKN 1 Malang. Tapi sayangnya buah karya mereka tidak mendapat dukungan dari stakeholder daerah, sehingga tidak dipublikasi segencar di Solo. Siapa yang pernah tahu bahwa siswa Malang pernah membuat mobil? Mungkin hanya beberapa pihak yang terlibat saja. Tanya kenapa? Tidak ada publikasi media, dan ketertarikan pemda untuk mempublikasikan karya emas anak bangsanya.
 Munculnya mobil Esemka ke permukaan telah memotivasi siswa SMK di daerah-daerah lain di Indonesia. Pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha diharapkan bisa duduk satu meja untuk memformulasikan semuanya. Karena dapat kita sadari bahwa di daerah, ketiga aspek itu berjalan sendiri-sendiri tanpa saling merangkul. Padahal untuk menetapkan Hak Paten terhadap suatu ciptaan tentunya membutuhkan bantuan dari ketiganya, begitu pula dengan pemeriksaan uji kelayakan yang tidak bisa selesai dalam waktu sebentar (baca : selalu diperlama).
            Alangkah tersia-sianya minat, bakat, dan karya anak bangsa yang tidak tersorot oleh ‘orang-orang atas’. Mengapa Indonesia masih saja terus-terusan menjadi follower (peniru) sementara di bumi Pertiwi ini telah bertebaran para inovator muda yang memiliki daya saing tinggi jika dibandingkan dengan SDM di negar-negara maju. Betapa menyedihkannya kondisi negeri ini jika pemerintah terus saja sibuk dengan permasalahan mereka sendiri. Sungguh terlalu kompleks persoalan di Tanah Air, terlalu pusing para pemegang kekuasaan kita dibuatnya, hingga tak ada lagi waktu untuk pemuda bangsa. Faktor-faktor kecil inilah yang pada akhirnya menghambat berkembangnya pengetahuan di Indonesia. Yang tahu makin tahu, yang tidak tahu malah jadi tak mau tahu.
            Mobil Esemka hanya satu contoh dari karya besar anak bangsa, selain itu masih banyak lagi ciptaan-ciptaan yang tak terungkap. Tak ada yang tau, bahkan saya pun tak menyadarinya. Tanya kenapa? Sekali lagi semua karena sedikit sekali media yang mempublikasikan . Media lebih sering memuat berita kebobrokan pejabat atau para entertainer, bukan kebaikan atau dedikasi mereka untuk negeri ini. Pemberitaan karya anak bangsa hanya lewat sekejap lalu hilang, tapi berita tentang kebobrokan moral bangsa diumbar kemana-mana tanpa ada kata “cukup”. Bahkan tak jarang terasa bahwa mereka yang berbuat pun tidak merasakan malu lagi, karena semua serba biasa. Hedonisnya bangsa ini.
            Salahkah jika pada akhirnya semua anak bangsa yang berdedikasi besar malah pindah mencari pemerintah lain atau negara lain yang mau menerima mereka dan menghargai karya mereka? Tentunya di penghujung cerita pemerintah akan mengaku-aku “Itu pemuda Indonesia, anak di TV luar negeri itu adalah anak Ibu Pertiwi”. Betapa memalukan dan menyedihkan.
 Padahal sejujurnya tentu saja remaja Indonesia semakin cinta pada Bumi Persada. Yah, meski terkadang mungkin pernah juga terlintas pikiran ingin mencari yang lebih baik, tapi kita semua pastinya tahu mana yang terbaik. Sekarang tinggal para pemuda yang menentukan pilihan mereka. Namun, akan lebih baik jika mereka tetap setia pada NKRI, tanpa harus berhenti berkarya.
--Intan Chairrany (XII IPA 1)--