Anak
merupakan karunia dari Tuhan yang dititipkan pada setiap orang tua, dan
ditujukan untuk mengubah nasib dan jalan hidup manusia di masa yang akan
datang. Tidak ada manusia yang sama di dunia ini, bagitu pula karakter anak-anak
yang tersebar di seluruh belahan bumi, khususnya Indonesia. Dewasa ini anak-anak Indonesia pada
umumnya terlihat sudah tidak lagi menjalankan perannya sebagai anak-anak,
mereka lebih sering terlihat memperlakukan dirinya sebagai orang dewasa. Bukan
salah mereka, mereka tentunya tak akan melakukan hal-hal yang seharusnya bahkan
belum mereka kenal jika tidak ada orang terdekat mereka yang memberikan contoh atau
bahkan terkadang menuntun mereka untuk menirunya secara tidak sengaja karena
mereka ingin anak-anak itu berperilaku seperti yang mereka inginkan.
Tidak
hanya para orang tua yang memberikan contoh yang kurang tepat yang dapat mempengaruhi perkembangan anak,
tapi juga kondisi keluarga yang tidak harmonis serta kekerasan-kekerasan kecil
yang sering dilakukan dalam lingkup kelompok kecil yang kita sebut keluarga.
Seorang anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tentunya sangat
membutuhkan perhatian dari orang terdekatnya. Tapi apabila keluarganya tidak
mampu memberikan perhatian yang betul-betul dia butuhkan, anak itu akan mencari
pelampiasan di luar. Anak itu akan menjadi lebih terikat terhadap teman-teman
bermainnya, pelariannya, yang belum tentu dapat memberikan perhatian cukup
serta contoh yang baik seperti yang seharusnya diberikan oleh orang tua.
Selain
itu, di masa globalisasi ini anak-anak juga membutuhkan pengawasan yang lebih
ketat. Kita semua tentunya tahu bahwa internet tidak hanya memuat konten yang
baik, tapi juga konten yang tidak layak dikonsumsi anak. Kurangnya pengawasan
orang tua terhadap segala hal yang baru dikenali anak akan membuat mereka
terperosok ke lubang yang lebih dalam. Meskipun dari luar mereka kelihatan
baik-baik saja dan sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua mereka,
didalamnya mereka sangat rapuh dan sangat mudah dipengaruhi oleh pengetahuan-pengetahuan
baru yang mereka kenali sebelum mereka tahu bagaimana menyikapinya.
Perkembangan
anak yang tidak seharusnya ini akan sangat memberikan dampak besar pada jenjang
kehidupan mereka selanjutnya. Seperti dapat kita lihat pada diri anak-anak
sekarang, mereka lebih senang menuruti kata-kata teman daripada orang tua
mereka. Hal ini pulalah yang membuat anak melupakan nilai-nilai luhur yang seharusnya
lebih kuat ditanamkan oleh orang tua. Anak seolah merasa mereka sudah tahu
lebih banyak daripada orang tua mereka, sehingga terkadang mereka tidak mau
lagi menuruti kata-kata orang tua yang mereka anggap kolot, ketinggalan zaman.
Sementara disamping itu, seorang teman datang membawakan sesuatu yang sangat ia
inginkan, kesenangan semu yang selama ini dihalang-halangi oleh orang tua.
Kesenangan seperti mencicipi hal-hal baru, melakukan pemberontakan dalam bentuk
tawuran, membuka wawasan dalam dunia maya yang tanpa batas, dan masih banyak
kesenangan-kesenangan lainnya.
Hal-hal
negatif yang terlanjur menjadi konsumsi mereka sehari-hari telah mengikis
batasan-batasan yang sejak dulu ditanamkan oleh orang tua mereka. Anak-anak
dengan jiwa egois akan melakukan kegiatan yang mereka sukai, sehingga tak ada
lagi palang yang dapat menghalangi serta melindungi mereka dari energi negatif
yang tersebar di sekitar mereka. Kebiasaan ini juga membuat mereka bertindak
semena-mena menentang peraturan dan norma yang mereka pikir tidak lagi sesuai
dengan pola kehidupan mereka sekarang. Peraturan itu terlalu menjerat mereka
yang sangat ingin mencicipi udara kebebasan. Padahal menurut sebagian orang,
kebebasan tidak selalu berarti harus pergi, namun kebebasan adalah saat dimana
kita bisa tetap tinggal dengan rasa nyaman.
Anak-anak
seharusnya menyadari hal ini, tapi apa yang harus kita perbuat pada anak yang
terlanjur terpeleset? Mereka tidak akan mau diangkat atau disuruh berdiri
begitu saja. Mereka membutuhkan uluran tangan yang menyentuh hati mereka,
memperingatkan mereka bahwa tidak baik berada di tempat mereka tidak seharusnya
berada. Terkadang untuk merubah seorang anak, kita harus sedikit merelakan
waktu untuk memperhatikan mereka, sedikit teguran, serta sedikit sapaan ramah
saat mereka masuk atau keluar rumah. Mereka akan lebih menghargai perlakuan
seperti ini daripada memberikan mereka tekanan yang berlebihan dengan
menggunakan alat pemukul untuk mengingatkan mereka, yang akan memberikan efek
ingin membalas dendam dalam benak mereka.
Secara
tidak langsung, setiap orang tua haruslah memiliki cara tersendiri untuk
mendidik anak sesuai dengan karakter mereka. Perlu diketahui bahwa kekerasan
sama sekali bukan cara yang baik untuk mendidik serta menanamkan norma pada
anak. Buatlah mereka mengenal bahwa kekerasan bukan hal yang baik, jangan malah
mencontohkan pada mereka. Karena anak-anak yang terbiasa dengan kekerasan di
rumah akan dengan senang hati mempraktekkannya pada teman-teman bermainnya,
yang kemungkinan akan menirunya pula. Bukankah ini nantinya akan menjadi
kondisi yang sangat tidak mengenakkan ketika di masa depan mereka menjadi
oknum-oknum penggila kekerasan yang tentunya akan merugikan orang-orang
disekitar mereka.
Tapi
kenyataan saat ini sudah terlanjur salah, banyak anak-anak yang terperangkap
dalam jerat kekerasan yang seolah sudah menjadi darah daging mereka. Mereka
lebih senang menyelesaikan masalah dengan otot dan emosi dibanding
memusyawarahkannya dengan otak dan logika. Tindakan kasar serta kata-kata kotor
serasa sudah berada di ujung lidah mereka, begitu mudah untuk diucapkan.
Mungkin inilah yang dimaksud oleh Bang Haji Rhoma Irama dengan kalimat “Masa
muda masa yang berapi-api, maunya menang sendiri walau salah tak perduli”.
Norma yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dengan sangat mudah
dihempas hingga ke dasar jurang. Rasa segan terhadap orang tua pun mulai
terhapuskan dari jiwa anak-anak yang mulai beranjak dewasa. Tenggelam dalam
kebiasaan orang Barat yang menganggap kedewasaan berarti tak ada lagi yang
boleh ikut campur dalam hidup mereka.
Kondisi
seperti ini tentunya tidak boleh kita biarkan berlarut-larut. Mental anak harus
ditata ulang supaya mereka dapat bertindak sebagaimana mestinya. Menjadi anak
baik yang selalu menjaga perilakunya agar terus sejalan dengan berbagai norma
yang telah ditanamkan dalam-dalam di benak mereka. Anak yang patuh pada orang
tua dan selalu mengingat nilai-nilai agama.
Sebagai
penyelesaian hendaknya kita memperlakukan anak seperti bagaimana mereka
seharusnya diperakukan. Memberi mereka perhatian sesuai kebutuhan, tidak lebih
dan tidak pula kurang. Mendidik mereka dengan penuh kasih sayang sambil terus
berusaha mengimbangi dengan kondisi dunia mereka saat ini. Mengawasi pergaulan mereka serta menghindarkan
diri mereka dari menyaksikan tindakan kekerasan secara langsung.
Oleh : Intan Chairrany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar