Jadilah remaja sehat tanpa rokok!
Hari Tanpa Tembakau Sedunia (31
Mei)
Rokok merupakan
penyebab kematian terbesar di dunia yang bisa dicegah. Satu dari sepuluh
kematian orang dewasa disebabkan oleh rokok. Sebatang rokok mengandung 4000
lebih zat berbahaya dan 70 diantaranya adalah zat karsinogenik (pemicu kanker).
Ketika satu orang menghisap sebatang rkok, maka ia telah meningkatkan risiko
dirinya terserang penyakit berbahaya, menurunkan produktivitasnya, serta
penambah beban negara dan keluarga untuk mengobatinya.
Sebagai informasi, indonesia
merupakan negara perokok nomor 3 di dunia, prestasi yang kurang membanggakan
bukan? Sedihnya lagi, jumlah perokok terus bertambah karena harga rokok yang
kian murah hingga bisa dijangkau anak dan remaja,
Mengapa merokok?
Rata-rata orang mulai merokok
pada usia remaja (12-18 tahun). Kenapa? Karena di umur segitu remaja (terutama
laki-laki) sedang berusaha mencari jati diri dan mencoba banyak hal, salah
satunya merokok. Banyak remaja yang melihat temannya merokok, atau melihat
laki-laki merokok di televisi dan merasa bahwa adegan itu menimbulkan kesan keren.
Kera moderen. Kok begitu? Karena orang berpendidikan pasti mengerti dan pernah
diberitahu bahaya rokok bagi kesehatan dan perekonomian. Dan yang tidak mampu
berpikir setelah mengetahui kenyataan apa bedanya dengan binatang, dengan kera.
Salah satu poin yang menarik
orang untuk merokok adalah iklan. Rata-rata remaja Indonesia selain sekolah dan
berinteraksi, menghabiskan waktunya di depan televisi. Dalam setengah jam lebih
dari dua iklan rokok muncul di satu stasiun televisi, bayangkan berapa banyak
virus itu masuk ke dalam pikiran remaja. Belum lagi kalau ia menonton lebih
dari satu channel dalam waktu
bersamaan. Penelitian yang dilakukan oleh UHAMKA bersama Komnas Pelindungan
Anak (2007) menyatakan bahwa 68,2% anak memiliki kesan positif terhadap iklan tersebut
dan 50% merasa lebih percaya diri. Semua terjadi karena industri rokok di
Indonesia memiliki kebebasan yang hampir penuh dalam mempromosikan rokok,
berbeda dengan negara lain yang justru sangat melindungi anak-anak dari bahaya
rokok.
Rokok dan kemiskinan
Tiga dari empat keluarga di
Indonesia memiliki pengeluaran untuk rokok. Semakin miskin, prevalensi
merokoknya lebih tinggi (12%) bila dibandingkan dengan penduduk yang lebih kaya
(7%). Pemerintah sudah mencoba mengurangi kemiskinan dengan memberikan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) pada keluarga yang tidak mampu sebesar Rp 100ribu per
bulan. Tapi sangat disayangkan, lebih dari 120juta warga miskin di Indonesia menggunakan
dana BLT untuk membeli rokok. Sedih sekali bangsa ini. Mau jadi apa lagi
Indonesia kalau calon penerus bangsa (baca: remaja) sudah meracuni dirinya
sejak muda.
Merokok sama dengan menumpuk
racun dalam tubuh sekaligus membakar berlembar rupiah yang seharusnya bisa
dimanfaatkan untuk kebutuhan lain, makan misalnya.
Boleh merokok asal asapnya ditelan!
Kenapa sih kalimat ini sangat sering
terdengar?
Perokok pasif memiliki peluang lebih besar menderita penyakit
terkait rokok dibandingkan perokok aktif. Kalau
begitu ayo kita merokok bersama-sama, toh lebih baik daripada tidak merokok.
Ini jawaban yang sering keluar dari mulut para perokok ketika ada orang
menyampaikan fakta ini. Kalau mau dijawab lagi, bunuh diri sendiri saja jangan ajak orang lain dong.
Kementerian Kesehatan mencatat
100juta orang Indonesia merupakan perokok pasif. Seperti yang telah dikatakan
sebelumnya bahwa perokok pasif jauh lebih berisiko karena setiap hisapan roko
olah perokok aktif hanya 25% yang masuk ke paru-parunya, itu pun setengahnya
dikembalikan ke udara. Sisanya yang masih melayang-layang sejumlah 87,5% akan
terhisap oleh orang itu lagi atau orang-orang kurang beruntung yang berada di
sekelilingnya.
Tips menghentikan kebiasaan merokok a
la FK Unsri
1. Niat!
Ini yang paling
penting, kalo ga ada niat ya sampe kapan pun ga akan berhenti.
2. Ingat
perekonomian orang tua.
Ini mungkin
hanya berlaku bagi anak dengan keluarga menengah kebawah, yang ekonomi tinggi
bisa jadi tidak peduli.
3. Pelajari
kerugian merokok dari lingkungan sekitar.
Perokok-perokok
berat biasanya akan menunjukkan gejala klinis pada usia 25 tahun ke atas
sehingga remaja kurang peduli dengan dampak merokok. Perhatikanlah orang-orang
tua disekitar kita, cari berita mengenai rokok, dijamin tidak akan ditemukan
dampak positif melainkan hanya sebentar.
4. Jaga
pergaulan.
Kebanyakan
remaja merokok karena teman sepermainannya juga merokok. Merasa aneh kalo cuma
kita sendiri yang tidak merokok. Kenapa tidak mencoba pergi ke lingkaran lain,
dimana kita akan malu karena hanya kita yang merokok.
5. Menabung.
Dengan
membiasakan diri menabung, kita akan merasa sayang mengeluarkan uang untuk hal
yang tidak perlu. Kalau dibelikan teman gimana? Percayalah, temanmu tidak akan
sebegitu niatnya membelikanmu rokok setiap hari kecuali ia terlalu kaya
sampai-sampai tidak tau lagi harus membelanjakan uangnya untuk apa.
6. Mengalihkan
keinginan merokok ke hal lain yang lebih bermanfaat.
Biasanya orang
merokok kalau sedang tidak ada kerjaan, jadi berusahalah menyibukkan diri
supaya tidak sempat merokok. Kalau memang sedang menganggur dan mulut terasa
asam (alasan utama orang susah berhenti merokok), cobalah memakan sesuatu.
Ketika memakan permen atau makanan lain yang harganya lebih murah daripada
sebungkus rokok kita tidak akan bisa merokok bukan? Karena kita hanya punya
satu mulut.
7. Kembali
lagi ke poin 1. NIAT dan SUNGGUH-SUNGGUH.
Mantapkan lagi
niat, dekatkan lagi diri dengan Tuhan, sibukkan diri dengan kegiatan
bermanfaat, pahami bahaya rokok secara menyeluruh, jaga pergaulan, maka
mudah-mudahan kamu terhindar dari bahaya jangka panjang rokok.
Oleh: Intan Chairrany
Staff Departemen Kajian dan Strategis BEM KM FK Unsri
(untuk pamflet Sosialisasi Anti Rokok bersama CSR PT. Perta-Samtan Gas, Sungai Gerong, Plaju)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar