Saya membaca, dan terus membaca untuk tahu bagaimana caranya
menulis. Saya bukan lagi anak kecil yang hanya menulis apa yang didiktekan guru
di depan kelas. Saya menulis hal-hal yang saya cari sendiri, saya bongkar
sendiri, saya telusuri sendiri. Belakangan ini saya suka membaca karya-karya
orang dewasa, penulis angkatan ayah saya. Saya mencoba mengembangkan
pengetahuan, dari yang paling dekat hingga paling jauh dengan saya.
Barusan saya selesai membaca tulisan mengenai Joesoef Isak
atau dikenal juga dengan sebutan Joesoef Merdeka karena eksistensi beliau di
koran Merdeka masa itu. Berkat tulisan itu pula saya mengetahui lebih banyak
mengenai BM Diah, wartawan senior yang sering saya dengar namanya. Tadi pula
saya baru tahu ternyata beliau telah meninggal satu tahun setelah kelahiran
saya di Bumi Indonesia ini. Beberapa hari lalu saya juga baru selesai membaca
novel fiksi berbasis riset dengan setting
waktu seabad lalu ketika Indonesia masih dalam genggaman pemerintah kolonial. Novel
cinta yang sangat manis dituturkan Remy Sylado dalam Malaikat Lereng Tidar. Apik
sekali.
Mengenal penulis tua berarti menjelajahi sejarah. Sudah jadi
rahasia umum bahwa penulis menulis berdasarkan keadaan zaman ketika ia hidup
dan berkembang. Gaya penulisan dan topik bahasannya sangat dipengaruhi
perkembangan zaman. Penulis angkatan saya sekarang mungkin melebarkan sayapnya
dalam tema cinta, hal yang sangat lekat dengan remaja, meski dulu cinta
merupakan hal tabu dan menjadi bahasan di cerita denga tokoh berusia diatas
duapuluh tahun. Saya mungkin bosan dengan cerita-cerita picisan yang terlalu
sering berkumandang di sekitarku. Jengah, mungkin.
Jadi sekarang saja mau menjelajah lagi. Setelah lelah dengan
masa kini, saya ingin pergi ke masa lalu. Masa ketika pers masih sulit
bergerak, dililit tekanan pemerintah, digencet zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar