here, now, my mind stuck in an awkward moment.
you know?
it's just because suddenly i miss you.
"milik pemimpi hebat yang mempercayai langit sebagai tempat menggantungkan mimpi-mimpinya"
Sabtu, 20 Oktober 2012
ingat dia lagi
seketika, aku merindukan orang itu.
benar, orang itu.
apa daya gengsi ini terlalu tinggi, bahkan untuk sekadar dering pengganggu.
iseng, kutelusuri timeline-nya.
dia bahagia ternyata, tak butuh lah aku mengganggunya.
selalu saja, setiap ingat dia, aku hanya bisa menulis.
menulis dan menulis lagi.
hanya ketika menulis tentangnya, aku bisa konsisten
semakin aku mencoba mengurai, aku merasa ini akan jadi semakin frontal.
jadi lebih baik dihentikan dulu.
bahaya.
benar, orang itu.
apa daya gengsi ini terlalu tinggi, bahkan untuk sekadar dering pengganggu.
iseng, kutelusuri timeline-nya.
dia bahagia ternyata, tak butuh lah aku mengganggunya.
selalu saja, setiap ingat dia, aku hanya bisa menulis.
menulis dan menulis lagi.
hanya ketika menulis tentangnya, aku bisa konsisten
semakin aku mencoba mengurai, aku merasa ini akan jadi semakin frontal.
jadi lebih baik dihentikan dulu.
bahaya.
Sabtu, 13 Oktober 2012
inilah tulisan bergenre RANDOM
Sekian lama saya tidak menatap langit. Rindu? Tentu saja. Saya
adalah satu dari sekian banyak orang yang menganggap birunya langit sebagai
tempat bercerita yang paling tepat.
Saya menyukai langit. Sangat suka. Sejak kecil, saya selalu
suka mencari tempat duduk di dekat jendela. Supaya leluasa menatap langit siang
yang biru terang.
Hampir dua bulan berlalu sejak kepindahan saya. Tak pernah
sekali pun saya benar-benar meluangkan waktu bercengkrama dengan langit. Bukan karena
saya tidak sempat. Bukan. Tapi karena keadaan yang tidak memungkinkan.
Langin di kota ini seakan malu-malu. Tiap pagi saya berusaha
menyambutnya, tapi tidak ada kilau biru darinya. Pandangan saya selalu tertutup
kabut putih yang senantiasa menyelimutinya. Sepulang kuliah pun saya tetap
tidak bisa menatapnya. Debu polusi menghalangi niat saya untuk sekadar
mendongakkan kepala menatao keindahan yang tercipta disana. Kamar kos saya pun
sama sekali bukan tempat yang bagus bagi pengagum langit semacam saya. Hanya ada
sepasang jendela di ruang tamu. Sisanya dinding. Dan saya bahkan harus selalu
menyalakan lampu, bahkan di tengah hari.
Sore ini Tuhan member saya waktu menatap langit. Tapi sayang,
ia sedang bersedih. Mendung kelabu menyelimutinya sejak tadi, lama sekali. Angin
pun meniupkan udara dingin yang tidak nyaman. Malam ini akan hujan, saya
berprediksi. Ternyata Tuhan mengaminkan prediksi saya. Bahkan sebelum malam
tiba, gerimis telah mengguyur kota ini dengan lembut. Rintiknya memperdengarkan
simfoni indah yang tidak setiap hari bisa didengar.
Saya suka langit, dan hujan. Tapi saya tidak suka menatap
langit dikala hujan. Saya hanya memandangi tetes-tetesnya yang kadang
menepuk-nepuk kaca jendela saya. Manis.
Dan sekarang, bukan lagi titik-titik gerimis yang terdengar.
Hujan turun dengan sedikit beringas, lalu tiba-tiba terhenti, seperti saat ini.
Bahkan hujan pun bisa menjadi labil., seperti hati manusia yang tidak selamanya
selembut gerimis. Suatu ketika akan datang badai yang menyapu daratan atas
kuasaNya, menggoyangkan nyiur yang biasanya sekadar melambai di tepi pantai,
dan mungkin bisa merobohkan apapun yang dikehendakiNya.
Hujan sore ini, menjadi refleksi untuk saya. Saya harus
sadar, dunia tidak akan selalu berjalan seperti titik gerimis. Saya harus siap
jika suatu ketika badai cobaan datang. Saya harus siap dengan segala peralatan
saya, payung, mantel, apapun itu supaya saya bisa mengurangi efek yang bisa
ditimbulkan oleh sang badai.
Tuhan, tunjukkanlah saya jalan yang terbaik. Ampuni saya
yang sering lupa, Tuhan. Saya malu, saya takut. Saya tahu saya terkadang hanya
sekadar berorasi. Ampuni saya Tuhan. Saya mencoba, dan akan selalu mencoba. Kuatkanlah
hati saya, Tuhan. hambaMu yang lemah ini hanya mampu berdoa memohon kepadaMu. Di
bawah derasnya hujan petang ini, kabulkanlah doa hamba Tuhan.
Selasa, 02 Oktober 2012
My Biby is Comeback!!
Hari ini saya merasa hidup lagi.
Ya, akhirnya setelah sebulan lebih kesunyian mencengkeram seluruh dinding kamar
dan sukses membuat saya selalu tidur di waktu yang menurut saya ‘terlalu sore’.
Well, for your information, hari ini
Biby bangun dari hibernasinya yang amat sangat lama sekali. Mungkin bukan
sekedar hibernasi, Biby mengalami koma yang membuatnya tertidur sangat lama –hampir
dua bulan. Vonis dokter Sungailiat menyatakan bahwa ada ‘organ dalam’ Biby yang
sudah tidak lagi bekerja dengan baik dan perlu ditrnsplantasi. Tapi demi Tuhan,
biayanya itu, Sobat. Mahal sekali. Alangkah tidak berperikeuangan sekali dokter
ini.
Hingga akhirnya Biby yang sedang
sekarat itu saya bawa ke Palembang. Tega sekali bukan? Sudahlah ini pertanyaan
retoris. Tidak mungkin saya rela membiarkan Biby sendirian dicampakkan di sudut
kamar oleh adik saya yang sekarang sudah terlalu cinta kepada Sammy, yang
memang hasil jerih payahnya. Meskipun,
yah, pada akhirnya di Kota Palembang yang panas dan berkabut-tidak-jelas ini
Biby juga (masih) terpaksa berbaring pasrah di laci terbawah lemari saya,
berselimutkan handuk dan seprai berbau deterjen yang saya pakai dengan sedikit
berlebihan (well, menurut saya ini
untuk kenyamanan dia juga). Sejak saya tiba di Palembang tanggal 25 Agustus
silam, Biby yang terkadang mengintip manja masih berusaha saya acuhkan.
Dan tibalah saya pada satu titik
dimana saya merasa tidak tahan lagi, saya butuh Biby. Tugas dari dosen yang
semakin merajalela membuat saya semakin merindukan tatapan Biby. Hingga
akhirnya, Sabtu, 29 September, saya resmi mempercayakan Biby pada sahabat
terdekat saya, yang notabene adalah penduduk asli Kota Pempek ini. Dia, dengan
gaya (sok) gentleman-nya yang biasa,
membawa Biby ke klinik –yang katanya—dekat dengan rumahnya. Dan voilla, sore ini
menjelang magrib tadi dia datang dengan Beat merah kebanggaannya membawa
plastic oranye berlogokan salah satu distro yang ada di kota ini yang tentu saja
berisikan Biby tersayang. Yup, Biby is come back, Sodara-sodara.
Saya sayang Biby. Dia sudah menemani
cerita hidup saya sejak saya masih jadi ABG labil yang 4L4Y. sejak saya masih
sibuk dengan cinta-cinta monyet yang untungnya tidak berhasil merubah saya jadi
monyet sungguhan. Biby adalah cinta saya, kepingan hidup saya.
Sudahlah, mari kita akhiri saja melodrama yang sesungguhnya amat sangat
tidak penting sekali ini. Intinya, hari-ini-ku-gembira-melayang-di-udara karena
Biby-ku tersayang sudah kembali lagi ke pangkuan!!
Langganan:
Postingan (Atom)