Sekian lama saya tidak menatap langit. Rindu? Tentu saja. Saya
adalah satu dari sekian banyak orang yang menganggap birunya langit sebagai
tempat bercerita yang paling tepat.
Saya menyukai langit. Sangat suka. Sejak kecil, saya selalu
suka mencari tempat duduk di dekat jendela. Supaya leluasa menatap langit siang
yang biru terang.
Hampir dua bulan berlalu sejak kepindahan saya. Tak pernah
sekali pun saya benar-benar meluangkan waktu bercengkrama dengan langit. Bukan karena
saya tidak sempat. Bukan. Tapi karena keadaan yang tidak memungkinkan.
Langin di kota ini seakan malu-malu. Tiap pagi saya berusaha
menyambutnya, tapi tidak ada kilau biru darinya. Pandangan saya selalu tertutup
kabut putih yang senantiasa menyelimutinya. Sepulang kuliah pun saya tetap
tidak bisa menatapnya. Debu polusi menghalangi niat saya untuk sekadar
mendongakkan kepala menatao keindahan yang tercipta disana. Kamar kos saya pun
sama sekali bukan tempat yang bagus bagi pengagum langit semacam saya. Hanya ada
sepasang jendela di ruang tamu. Sisanya dinding. Dan saya bahkan harus selalu
menyalakan lampu, bahkan di tengah hari.
Sore ini Tuhan member saya waktu menatap langit. Tapi sayang,
ia sedang bersedih. Mendung kelabu menyelimutinya sejak tadi, lama sekali. Angin
pun meniupkan udara dingin yang tidak nyaman. Malam ini akan hujan, saya
berprediksi. Ternyata Tuhan mengaminkan prediksi saya. Bahkan sebelum malam
tiba, gerimis telah mengguyur kota ini dengan lembut. Rintiknya memperdengarkan
simfoni indah yang tidak setiap hari bisa didengar.
Saya suka langit, dan hujan. Tapi saya tidak suka menatap
langit dikala hujan. Saya hanya memandangi tetes-tetesnya yang kadang
menepuk-nepuk kaca jendela saya. Manis.
Dan sekarang, bukan lagi titik-titik gerimis yang terdengar.
Hujan turun dengan sedikit beringas, lalu tiba-tiba terhenti, seperti saat ini.
Bahkan hujan pun bisa menjadi labil., seperti hati manusia yang tidak selamanya
selembut gerimis. Suatu ketika akan datang badai yang menyapu daratan atas
kuasaNya, menggoyangkan nyiur yang biasanya sekadar melambai di tepi pantai,
dan mungkin bisa merobohkan apapun yang dikehendakiNya.
Hujan sore ini, menjadi refleksi untuk saya. Saya harus
sadar, dunia tidak akan selalu berjalan seperti titik gerimis. Saya harus siap
jika suatu ketika badai cobaan datang. Saya harus siap dengan segala peralatan
saya, payung, mantel, apapun itu supaya saya bisa mengurangi efek yang bisa
ditimbulkan oleh sang badai.
Tuhan, tunjukkanlah saya jalan yang terbaik. Ampuni saya
yang sering lupa, Tuhan. Saya malu, saya takut. Saya tahu saya terkadang hanya
sekadar berorasi. Ampuni saya Tuhan. Saya mencoba, dan akan selalu mencoba. Kuatkanlah
hati saya, Tuhan. hambaMu yang lemah ini hanya mampu berdoa memohon kepadaMu. Di
bawah derasnya hujan petang ini, kabulkanlah doa hamba Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar