Sabtu, 23 Februari 2013

Gita Cinta Galih dan Ratna


Ini adalah naskah dramatisasi puisi yang kami, Klub Teater Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tampilkan dalam POSTERION, Malam Keakraban FK Unsri yang untuk pertama kali diselenggarakan oleh AURIS. Puisi ini dibuat oleh teman kami Anindhita Vania Utami dan naskah narasi oleh Intan Chairrany, ya saya sendiri.
Selamat menikmati =D 

“Di bawah lembutnya pancaran mentari, dua pasang mata saling menyapa. Satu kejadian manis ntara merekaaParas rupawan gadis muda itu mengusik hati si pemuda tanggung untuk mulai mengenalnya.”

(Perkenalan Galih dan Ratna lewat gesture, tanpa dialog)
“Sepasang anak manusia merangkai cerita hidup mereka, bahagia. Meretas kisah kasih mengisi waktu dengan segala yang penuh cinta.”

-Galih-
Seorang laki-laki datang atas nama cinta
Penuh keberanian dan kemenangan nurani
Dengan segumpal makna dan  mawar putih di tangan kiri

-Ratna-
Uhm...
Aku wanita yang selalu bahagia dengan kebersamaan kita
Kita selalu bertukar cerita, bercanda riang, dan berjalan-jalan ke tempat mana saja yang kita inginkan

-Galih-
(bareng Ratna jalan kerumah)
Roda berputar
Cinta kita yang terlahir lagi berada di atasnya
Terguncang jalan yang tak rata
Menghindari lubang dan mobil lain dari arah berlawanan
Membuat kita saling genggam, meski sejujurnya tak kedinginan
             Kamu selalu melihat jalan
             Meski hanya dapat angka 7 dari 9..
             Kamu tetap cantik secantik anggrek bulan di taman belakang
     
“Tapi segalanya tak selalu berjalan sesuai harapan. Terkadang Tuhan menakdirkan hal yang tak disangka, memberikan ujian agar manusianya mampu berjuang sekuat tenaga dan sepenuh jiwa demi memperoleh yang terbaik.”

(Galih dan Ratna nyampe depan rumah, Ayah sedang duduk sambil minum kopi. Langsung berdiri ketika lihat mereka berdua, Ratna pindah posisi)
- Ayah-
Ratna! Ihwal apa yang membuatmu mengizinkan lelaki mengantarkanmu pulang!
Tidakkah kau ingat apa yang Pak Kyai ceritakan di surau tentang sepasang muda-mudi yang berkeliaran tanpa muhrimnya
(menuding Galih, memerintahkan pergi hanya dengan gesture)

-Galih-
(berbalik dari hadapan ayah dan anak, berjalan sendirian. Ratna dan ayah tetap di tempatnya, menatap kepergian Galih. Ratna sedih, ayah biasa aja)
Hari ini kehormatanku tercabut dari sematan Tuhan
Dengan konsistensi ambisil yang berabad rakaat
Aku mengakui setiap mata yang mulai kerlap kerlip di persimpangan
Dan aku mulai menyapa ilalang, bergumam, dan menyalahkan diriku sendiri

-Ratna dan Ayah-
“segera setelah Galih keluar stage”
-Ratna-
Ayah, apa yang salah dari sekedar diantar pulang ke rumah oleh laki-laki semalam?
Apakah kau tega aku sebagai anak perempuanmu berjalan pulang sendirian hanya ditemani lampu-lampu jalanan?

-Ayah-
Dimana kau taruh harga dirimu hingga kau mau diantar jemput lelaki macam itu?
Ayah tahu apapun tentangmu
Lelaki itu hanya anak tukang bengkel di kampung sebelah
Sungguh tidak sepadan denganmu, Ratna

-Ratna-
Tapi ayah... Aku mencintainya.

-Ayah-
Awan gelap berarak
Angin kencang dan rintik hujan mulai ramai di luar
Ayah tetap tidak setuju
Sekarang semuanya terserahmu, kamu pilih ayah atau lelaki miskin itu

“Luka goresan pedang tak akan begitu sulit diseka bila dibandingkan dengan sayatan lidah yang terlanjur tertoreh pada hati yang mendamba. Kenyataan tak pernah semudah itu diterima.”

- Galih-
Mimpi melayang tak tergapai oh nona di seberang
Aku berlari dengan pincang, terpagut-pagut, tertatih.. dan jatuh.
Semasa matahari dan miliaran keluh adalah bisu.
Adalah tuli.
Adalah buta.
(Ratna lewat, berdiri di jarak jauh)
Dan kini semuanya merambat lumpuh.
Kenapa masih memeluk lutut jik kau terbakar?
Kenapa masih coba bernafas jika nafas diambang?
Masih saja mencari arah, meski kompas di tangan kanan

(Galih Ratna pisah, Ratna langsung berbalik pergi, jalan pelan-pelan keluar stage)
Engkau merpati
Yang putih yang tak pernah kugenggam
Tak melihatkah engkau aku?
Saban senja di barat bendungan

“Selama cinta itu masih ada, masih banyak perjuangan yang akan selalu siap dilakukan. Pejuang cinta tak perlu ragu, jodoh telah ditetapkan, manusialah yang mengusahakan”

-Ratna-
(dirumah, duduk sendiri disamping telepon)
Di halaman, salju mencair dibasuh garam
Menjadi air asin tanpa kemasan
Aku.. harus bisa jadi jendral bintang empat
Yang bisa sombong di singgasana lautan merakit strategi tingkatan kostrad

-Galih -
(nelpon Ratna pake HP, di sisi lain stage)
Aku, perangku, darah, dan keringatku. Pilu juga diamku yang seakan tak terbaca
Waktu senja, aku hembuskan ke udara
Agar ayahmu mengerti, kemana jiwa dan hati ini dibawa
Atau kah matahari menghancurkan semuanya?
Sehingga ayahmu tak dapat membaca

“Selalu ada ksatria penyelamat di setiap kisah perjuangan cinta. Tinggal para pencintanya yang harus siap berjuang, berjalan dari hati ke hati menemukan orang yang tepat. Pejuang itu pun menemukannya.”

-Tante Ratna dan Ratna-
-Tante-
Berjalanlah..
Biarkan waktu menenggelamkan semua pikiran ayahmu
Kadang hidup harus dilanjutkan dengan cara yang tidak kita inginkan
Kadang, membakar keadaan juga cara paling memyakitkan
Pergilah.. Tetaplah bersama. Semua akan baik-baik saja

-Ratna-
Jadi... Tante ijinkan aku bertemu dengannya lagi?
-Tante dan Ratna pelukan-

“Kasih sejati takkan terpisah hanya oleh sebuah gertakan. Jodoh telah ditetapkan, tulang rusuk tak akan pernah tertukar. Cepat atau lambat semua akan indah pada waktunya”

-Galih-
(di perjalanan, sendirian)
Kekasih, aku akan memanggilmu lagi dan lagi
Akan meraih lenganmu lagi dan lagi
Lalu bersandar di pundakmu lagi dan lagi
Sampai keadaan ini tak bisa berkata lagi

“Tiba waktunya semua menunjukkan sisi baiknya. Tuhan selalu mempersiapkan babak terindah dalam skenario kehidupan tanpa pernah manusia tahu kapan datangnya. Manusia hanyalah pelakon dalam sandiwara hidup yang telah terplot dengan sangat sempurna oleh Dalang yang MahaKuasa.”

-Galih-
(siap ketemu lagi setelah pisah. Ratna datang dari sisi yang berlawanan atau menunggu di sebuah bangku)
Pagi ini, semakin tak terasa, bahwa hatiku telah menembus waktu
Meloncati dimensi yang berbaris-baris
Tapi.. Aku tak pernah ragu
Karena senja nanti, lagi, kunikmati kepakan sayapmu


The End


Tidak ada komentar:

Posting Komentar