Minggu, 20 April 2014

Night Traveler

13/01/2014

Jadi night traveler itu menyenangkan, sekaligus menegangkan. Apalagi kalo kamu perempuan dan perginya sendirian. Orang tua kamu pasti nelpon tiap setengah jam atau mungkin tiap limabelas menit sekali terutama kamu tipe bocah ‘pelor’ yang nempel bentar aja molor. Wkwkwk. Cuma buat mastiin kamu ga tidur, supaya ga dicopet atau di’grepe-grepe’ orang ga dikenal. Karena saat itu kamu bisa aja duduk sama siapa aja yang ga kamu duga sebelumnya. Perempuan atau laki-laki, muda atau tua, atau bisa jadi kamu malah ketemu temen sekelas yang kebetulan naik kendaraan umum dengan tujuan yang sama pula denganmu. Kemudian kamu akan dipaksa memilih: ngobrol dan dapat temen baru yang bisa jadi pelindung di perjalanan atau diam aja dan mati kutu sepanjang perjalanan. Di sisi lain bisa aja malah orang di sebelahmu yang ngajak berinteraksi duluan. Lalu kamu harus membuat pilihan lagi: menyambut dan mengembangkan percakapan seolah-olah  kalian teman lama yang baru ketemu lagi atau pura-pura ga denger karena pake handfree sambil tetep pura-pura konsen baca buku. Hasil perjalananmu malam itu tergantung apa pilihanmu. Percaya atau tidak pada orang disebelahmu. Keputusan ada di tanganmu :)

Rabu, 09 April 2014

Sekilas Tentang Inferiority Complex a.k.a Minder

Ini adalah penyakit yang sudah saya derita sejak lama. Sejak sekolah menengah pertama, setelah superioritas saya terbanting oleh teman-teman dari sekolah lain yang kemampuannya jauh diatas saya. Saya mungkin tipe orang yang mudah menyerah, mudah terpatahkan semangatnya.

Situasi hari ini menyadarkan saya kembali bahwa hidup ini adalah roda yang selalu berputar. Ada kalanya saya berada di atas, dan kali ini saatnya saya di bawah. Di saat seperti ini saya merasa sangat tidak berguna. Sepertinya akan lebih baik kalau saya tidak berada di sini, di tengah lingkaran mereka. Saya merasa tidak mampu bertahan ketika saya mulai merasa tertekan oleh keadaan. Ah, saya mulai menjelek-jelekkan diri saya sendiri.

Lelah rasanya menjadi pesimis. Saya yang terlalu sering membusungkan dada, menatap masa depan dengan penuh perhitungan saat ini tenggelam digantikan oleh kepribadian lain yang seharusnya tidak pernah saya munculkan lagi ke muka umum. Memang saya bukanlah seorang yang atletis, sebagian besar kemampuan saya didominasi sebelah kiri, mungkin hanya sepersekian otak kanan saya yang sering saya fungsikan sejak saya bisa menggunakannya. Tapi tahun lalu saya telah berani mengambil keputusan, menerima tantangan yang diajukan teman-teman. Saya suka mencoba, tapi tidak cukup berani sebenarnya.

Tahun ini kami berlaga kembali, setelah tahun lalu tak sekalipun turun ke lapangan karena sesuatu dan lain hal yang sampai detik ini masih membekas sisa gondoknya. Sekali ini saya berusaha menghilangkan pesimisme yang telah menyelimuti benam saya. Sayangnya, saya malah menjadi terlalu optimis, dengan percaya dirinya saya meminta pertandingan pada juara tahun lalu ketika seharusnya kami menang Win Out karena tim mereka tidak lengkap. Saya merasa ingin berusaha, minimal sedikit berjuang. Watashi no puraido wa takai sugi, kamo. Saya lebih senang kalah dengan usaha daripada menang begitu saja, karena saya percaya kami bisa.

Tapi toh tak apa, karena sekarang aku sadar bahwa kemenangan waktu itulah yang membawa kami ke semifinal. Melangkah terus membawa kepercayaan yang dititipkan oleh Jawara agar kami dapat menorehkan nama kami di podium juara. Membuatku yakin untuk berlatih semampuku untuk menjadi pantas bersama mereka. Aku akan berusaha agar dapat dengan bangga menyandang titel juara dengan berjuang bersama teman-temanku.

Berkahilah langkah kami ya Allah, mudahkan jalan kami dalam semifinal esok hari. Kami telah berusaha sekuat tenaga dan kini kami serahkan keputusan terbesar kepadaMu. Semoga kami memperoleh yang terbaik.
Aamiin.

Air Mata untuk Dewangga Muda

10/4/14

Ya Allah... Ini pertama kalinya aku merasa bersalah pada adikku. Aku yang sering mengabaikannya, adik laki-laki yang selalu kusayangi sejak lahirnya 14 tahun lalu. Aku jarang memperhatikan dunianya, memperdulikan lingkarannya, memahami inginnya.
Aku menyayanginya Ya Allah. Ketika Engkau hadirkan ia dalam mimpiku malam ini, aku tersadar seberapa besar sayangku padanya. Rasanya sungguh tak mampu nengacuhkan, tak bisa berpura-pura lupa apa isi mimpi yang Kau berikan, tak dapat melanjutkan tidurku dengan tenang sebelum larut dalam sujud dan derai bulir membasahi pipiku. Aku tak pernah tau apa yang Engkau rencanakan untuk hambaMu, tapi aku percaya bahwa semuanya telah Engkau atur untuk kebaikan dan itulah yang terbaik yang Engkau siapkan untuk kami.
Ya Allah aku menyayanginya. Aku tak ingin ia terluka karena ia merasa kakaknya yang bodoh ini meremehkannya, meski sebenarnya aku tak bermaksud. Harusnya aku tidak pernah berkata begitu padanya. Melafalkan frasa-frasa yang menyakiti hatinya hingga anak lelaki yang tinggi kebanggaannya pun menitikkan air mata, sampai ia bahkan tak mau mengantarku ke bandara.
Aku menyayanginya ya Allah. sehingga ketika Engkau menghadirkan ia dalam mimpiku aku tersentak. Betapa perlakuanku melukainya. Betapa tak perdulinya aku pada perasaannya. Betapa tak bergunanya aku sebagai seorang kakak untuknya.
Ya Allah, aku menyayanginya. Menyayangi satu Dewangga yang sekarang diambang dewasa dan kekanakan. Kumohon, jadikanlah adikku hambaMu yng taat, lelaki yang baik, anak yang berbakti kepada orang tua dan mencintai saudara-saudaranya, serta murid yang rajin belajar dan dapat meraih hal yang diingkankannya. Cintailah ia sebesar cinta orang tuaku kepadanya, kasihilah ia sebagaimana Engkau mengasihi aku ketika kecil ya Allah.
Terimakasih Ya Allah, ampunilah dosaku dan kabulkanlah doaku di sepertiga malam beriring rintik hujan ini.
Aamiin.

Jumat, 07 Maret 2014

Refleksi Jum'at

Hari ini aku kembali berkutat dengan kebiasaan lamaku. Ga bisa fokus ketika kuliah, ngantuk, mulai ambil hape, lalu buka blog orang yang menurutku keren. Sebenernya aku udah kangen sama tulisan S-senpai, tapi entah kenapa beberapa minggu belakangan website beliau ga bisa diakses. Mau baca tulisan di blog lama pun ga bisa karena entah kenapa juga wordpress rada susah dibuka, baik lewat smartphone maupun laptop. bikin makin pengen kaaaann.

Akhirnya aku malah mantengin blog temen asramaku, sebut saja Icha, mahasiswi HI Undip yang sekarang baru memulai masa spring-exchange satu semesternya ke Chuncheon, Korea Selatan. Udah banyak keluarga keduaku yang menjejakkan kakinya di tempat dengan bendera dan kebudayaan berbeda. Tentunya aku ingin mencoba juga, tapi mau yang gratis juga kayak mereka. Haha.

Lalu ceritanya tadi pagi ada kakak kelas dari FKIA yang memberikan pengumuman pendaftaran Inter-Medical School Physiological Quiz yang diadakan oleh University of Malaya. Uhuk. Pengen deh. Cuma aku masih mikir berkali-kali untuk memutuskan pendaftaran. Lah, kenapa, Tan? Katanya pengen.
1. Aku ga punya cukup tabungan. Emang sih pendaftarannya cuma USD 30 per participant, tapi kan bukan cuma itu yang dibutuhin. Masih ada biaya PP Palembang-Kuala Lumpur untuk bulan Agustus.
2. Ilmu fisiologiku cetek sekali temaaan. FYI, aku hampir tidak lulus blok fisiologi semester 2 lalu. Berani-beraninya mahasiswa yang nilai fisiologinya C bertolak ke Malaysia untuk berkompetisi dengan 83 tim dari seluruh penjuru dunia. Aku belum siap memberatkan orang yang akan jadi rekan setimku.
3. Bahasa Inggrisku masih belum layak dibawa ke negeri orang, Pemirsa. Aku yang sejak bisa bicara belum pernah sama sekali mengikuti English course merasa sangat minder dengan kemampuan bahasaku. Yah, memang di atas kertas aku sudah pernah melampaui target TOEFL minimal di kampusku, cuma ya untuk conversation aku sangat tidak pede. Mau bagaimana lagi, aku sangat jarang mendengar dan menggunakan bahasa ini, apalagi sejak aku kuliah. Jadi sangat kecil kemungkinan aku memantapkan niatku.

Nah, alasan lainnya yang membuatku memantapkan tekad untuk memperdalam ilmu kedokteran yang sampai saat ini masih sangat minim yang kumengerti. Dan setelah mengobrol bersama Rizki, teman asrama yang sekarang sedang kuliah di FK UNS aku makin malu dengan kondisiku saat ini. Karena disaat aku berkeliaran membawa flasdisk ke kosan temanku untuk meminta film Hollywood, drama Korea, atau anime Jepang, dia malah meminta data skenario tutorial dari kampus kami untuk mengulang kembali materi dari blok yang telah diselesaikan saat semester 3. Sedangkan aku disini bahkan sudah lupa blok apa saja yang telah aku pelajari semester lalu.

Ini benar-benar pecutan semangat untuk diriku yang pemalas. Ketika mahasiswafk lain belajar dengan tekun agar dapat menjadi dokter yang baik dan profesional, aku malah menghabiskan waktuku cuma-cuma untuk menonton film atau bermain game yang tidak berkaitan dengan bidang yang sedang aku jalani saat ini. Wajar saja kalau KHS-ku selalu ternoda bekas karbon.

Situasi-situasi di ataslah yang membuat jemariku menari-nari menulis semua ini. Itu semua adalah tiga hal besar yang harus aku perbaiki agar dapat memenuhi salah satu cita-citaku: mendapatkan gelar S2 atau Spesialis dari John Hopkins University.

Tulisan ini dibuat setelah membuka lemari buku.

Minggu, 02 Maret 2014

Pagi Pertama Blok Respirologi

Geblek ya, aku selalu merasa kekurangan motivasi, kurang injeksi semangat. Yaah, aku mungkin terlalu bergantung sama dunia luar dan tampaknya ga pernah memunculkan semangat itu dari dalam diriku.

Kenapa? Ya karena beginii, semalem aku udah heboh-heboh sendiri di kosan supaya pagi ini semangat kuliah hari pertama di blok Respirologi. Hasilnya tetep begini: aku malah goyang-goyangin kursi sambil ngetik postingan ini sementara dokter di depan dengan semangat menjelaskan definisi pneumonia kata per kata.

Padahal ya, dokter ini menarik sebenernya. Beliau mencoba membuat kami menerima materi kuliah beliau dengan menggunakan analogi-analogi umum dan mengenalkan penyakit ini dengan bahasa awam yang seharusnya mudah dimengerti oleh mahasiswi semacam aku ini. Cuma dasar akunya aja yang rada begini. Bosenan.
Huft. Huaah. Aargh.
Intan semangaaat. abis ini masih ada dua kuliah lagii!

Semangat! Hamasah! Fight! Ganbatte! Hwaiting!

Jumat, 28 Februari 2014

Resolusi Maret

Selamat malam dunia!

Lama tak jumpa. Sekian juta detik aku membenamkan diri dalam kubangan malas dan putus asa. Aku benci diriku yang tidak pernah mampu konsisten dengan apa yang telah aku janjikan pada diriku sendiri. Puluhan atau bahkan mungkn ratusan janji telah aku gaungkan, tapi yang telah aku penuhi mungkin belum genap dihitung dengan jemari tanganku

Benar apa yang Ibu Kartini katakan, “Habis gelap terbitlah terang.” Sekejap tadi aku baru mendapatkan dengan jelas makna dari kalimat tersebut. Malam ini kamar kos berukuran 3x5 meter yang telah kutinggali selama 18 bulan ini mengalami pemadaman mendadak, jarang sekali ini terjadi. Dan sebelumnya mataku sudah hampir terpejam setelah lelah menonton Detective Conan di laptopku. Entah kenapa malam ini aku tiba-tiba ingin bermain kembali dengan permainan yang hampir tiga hari tidak pernah kumainkan lagi karena aku stack di satu level dan hampir menyerah. Aku berhasil menyelesaikan level itu, bahkan bisa melangkah 2 level kedepan. Kekuatan tekad memang luar biasa, alangkah lebih baiknya jika itu kugunakan dalam kehidupan perkuliahanku yang sampai semester kemarin masih saja mau dihiasi satu huruf C. Pasti akan membuat orang tuaku bangga

Lalu kenapa tiba-tiba seorang Intan Chairrany yang putus asa ini mengetik di sepertiga malam? Karena ia sudah dicambuk lagi. Motivasi datang dari seorang saudara yang kukagumi. Ia berhasil mencapai satu tujuan hidupnya: pergi keluar negeri. Tentunya setelah perjuangan penuh keringat, airmata dan mungkin darah. Aku terpecut. Kehidupanku di kota palembang ini hampir sia-sia. Aku sama sekali belum merasa cukup banyak memberikan yang terbaik untuk orang tuaku, selain menghabiskan uang mereka untuk nafsu makanku yang kadangkala berlebihan.
Sebagai informasi, aku punya prinsip hidup yang cukup aneh, “Aku tidak bisa hidup sendirian, aku butuh orang lain karena itu aku akan membentangkan sayap meraih pertemanan yang cukup untuk menopang diriku.” Prinsip yang kupercayai sejak SMA itu ternyata klise. Selama ini aku hanya menjalin pertemanan kosong tanpa aku tahu apa gunanya hubungan itu. Belum lagi kudapatkan sahabat seperti mereka yang menemani kehidupan Intan Chairrany yang kaku ketika SMP.

Jadi sekarang aku bertekad memperbaiki diri. Membenahi semua yang belum pada tempatnya, menambah yang belum ada di tempatnya. Kepribadian, spiritual, akademik, semuanya harus aku perbaiki supaya bisa menjadi Intan yang lebih baik. Aku tidak mencoba untuk berubah secara total, hanya sedikit demi sedikit menutupi borok yang kuukir sendiri di tubuh fana ini.

Bismillaahirrohmaanirrohiim, di awal bulan Maret 2014 mendekati akhir Rabiul Akhir 1435 H Intan Chairrany berikrar akan memperbaiki dirinya. Semoga jalanku dipermudah dan diridhoi-Nya. Aamiin :)