Tampilkan postingan dengan label medical stuffs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label medical stuffs. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Februari 2015

Lomba Menulis Artikel Hari Gizi Nasional 2015 (oleh MCA-Indonesia)

Sampaikanlah Kebaikan Walau Hanya Satu Kata

Oleh: Intan Chairrany
(Pendidikan Dokter, FK Unsri 2012)

“Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
-HR. Thabrani dan Daruquthni-

Bunyi hadist diatas tentunya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat, baik yang muslim maupun non-muslim. Pernyataan bahwa manusia paling bermanfaat adalah manusia terbaik selalu digaung-gaungkan oleh setiap agama, setiap organisasi, setiap perkumpulan masyarakat. Lalu apa lagi yang masih ditunggu untuk mulai berkontribusi? Ada banyak aspek yang dapat difungsikan untuk menjadi bermanfaat, salah satu cara termudah adalah dengan berbagi. Berbagi kasih dengan berbagi pengetahuan, berbagi pengetahuan dengan menyampaikan.

Kader-kader Posyandu Anyelir tampak sibuk melayani para ibu yang membawa anaknya untuk mengikuti pemeriksaan bulanan yang diadakan di RW 01 Kelurahan 20 Ilir D1 (14/02).  Kegiatan Posyandu yang rutin dilakukan setiap bulan ini selalu menjadi magnet bagi ibu hamil, ibu dengan balita, dan beberapa lansia. Khozanah, Ketua Kader Posyandu Anyelir mengungkapkan bahwa jadwal pelaksanaan Posyandu tiap bulan telah diatur oleh Puskesmas. Namun pada pelaksanaannya tetap menyesuaikan dengan waktu yang disepakati oleh para kader bersama pihak Puskesmas. Sosialisasi waktu pelaksanaan kegiatan Posyandu dilakukan oleh kader yang notabene warga daerah setempat melalui penyampaian dari mulut ke mulut.

Kegiatan Posyandu Anyelir kurang lebih sama dengan posyandu lainnya yang dibagi dalam 5 Langkah, yaitu Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan, dan Pelayanan Kesehatan yang semuanya dilayani oleh Kader Posyandu. Setiap kali pemeriksaan, ibu-ibu datang dengan tangan kosong. Mereka hanya membawa anaknya tanpa KMS karena ternyata KMS dan buku KIA dipegang oleh kader setelah pemeriksaan untuk mencegah kasus kehilangan. Beberapa ibu bahkan tidak tahu hasil pemeriksaan bayinya karena situasi yang ramai dan terburu-buru melangkah ke meja berikutnya. “Saya tidak ingat lagi hasil penimbangan tadi, karena saat anak saya diperiksa mejanya ramai sekali. Setelah itu, kertasnya langsung saya serahkan ke meja pencatatan,” ujar Oci, ibu berusia 23 tahun yang datang memeriksakan dua anaknya. Sebagian lainnya malah langsung pulang setelah melakukan penimbangan balitanya untuk menghadiri undangan hajatan, misalnya. Kadang penyebab ketidaksesuaian fakta yang diutarakan oleh Kader dan warga tidak lain adalah kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Mereka hanya tahu bahwa Posyandu ada untuk menimbang bayi, memberikan imunisasi dan suplemen, serta pengobatan dan makanan tambahan bagi bayi atau balita yang membutuhkan. Padahal sebenarnya fungsi Posyandu tidak hanya seperti itu.

Rendahnya tingkat komunikasi antara Kader Posyandu dengan masyarakat yang kurang tahu dan kurang peduli pengakibatkan prevalensi stunting yang cukup tinggi di Sumatera Selatan (36,7%). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (MCA-Indonesia, 2013). Keadaan ini dapat dimulai sejak janin masih berada di dalam kandungan dan mulai terlihat pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah bergerak mencegah stunting dengan meluncurkan “Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan” yang lebih dikenal dengan 1000 HPK pada September 2012. Saat ini Idonesia masih berada di peringkat 5 ASEAN dengan prevalensi stunting sebesar 37,2%, bukan suatu angka yang membanggakan.

Angka kejadian stunting di Posyandu Anyelir cukup rendah karena bayi yang diduga mengalami stunting segera ditatalaksana oleh Kader Posyandu bekerjasama dengan Puskesmas Dempo. Namun di daerah-daerah tertentu yang ibu-ibunya kurang peduli dan kader posyandunya masa bodoh, usaha mengontrol kondisi gizi anak pada tahun pertama kehidupan menjadi sia-sia. Kegiatan Posyandu harus aktif dilaksanakan di setiap daerah, pengontrolan keadaan gizi anak secara rutin dapat mencegah terjadinya kekurangan gizi kronik yang tidak terlihat. Dengan dilakukan pemeriksaan tinggi dan berat badan serta lingkar kepala, Posyandu maupun Dinas Kesehatan dapat menatalaksana anak-anak yang pertumbuhannya kurang dengan cara pemberian asupan gizi yang lebih baik.

Kepedulian ibu dan masyarakat yang lebih mengerti sangat dibutuhkan dalam mengurangi prevalensi stunting di Indonesia menjadi di bawah 32% pada tahun 2015 seperti ditargetkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Sayangnya, ada banyak ibu yang kurang mengenal dan memahami fungsi meja Penyuluhan dalam setiap kali pelaksanaan Posyandu. Sejak KMS dan buku KIA tidak lagi dipegang ibu, dengan alasan sering hilang sedangkan proses cetak dan distribusi KMS tidak sebentar, hanya beberapa ibu yang melewati meja Penyuluhan. Padahal di sana ibu akan mendapatkan penjelasan dari kader mengenai kondisi anaknya saat ini dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan memperoleh pengarahan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh ibu di rumah maupun yang dibantu oleh Dinas Kesehatan.

Kerjasama antara ibu, keluarga dan Kader Posyandu akan membuat Indonesia menjadi negara yang lebih  baik. Sosialisasi mengenai peran Posyandu dalam membantu ibu hamil dan menyusui dengan usia anak kurang dari 5 tahun sangat perlu dilakukan secara berkala agar para ibu mengerti pentingnya peran tiap langkah di Posyandu. Peran Kader Posyandu dalam meningkatkan pengetahuan ibu mengenai kesehatan anaknya sangat besar. Ibu yang telah menerima penjelasan akan mengerti bahwa pemeriksaan yang dilakukan sejak masih mengandung hingga anak berusia 2 tahun akan mengurangi risiko cacat lahir dan terhambatnya pertumbuhan. Selain itu, nutrisi yang cukup, sanitasi dan higiene yang terjaga, serta kepedulian keluarga akan mengembangkan kemampuan kognitif anak untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sabtu, 27 Desember 2014

Khitanan Massal Perdana

Kemarin (27/12) saya mendapatkan pengalaman pertama menghadiri sekaligus terlibat dalam Khitanan Massal. Kesempatan ini datang dari undangan Kak Agusdianto, senior SMA sekaligus di FK Unsri yang merupakan anggota BSMI yang diundang untuk membantu dalam kegiatan yang diadakan oleh YatimMandiri dan Pertamina di Lorong Perdamaian, Jalan M.P. Mangkunegara, Kenten.

Operator dalam khitanan ini adalah Kak Agus, Kak Engky, dan Kak Febi, mahasiswa post-co-ass yang masih menunggu waktu UKDI. Dan yang beruntung diajak menjadi asisten adalah Kak Taufan, Kak Dayat, Reska, Dinda, Yuli, dan saya sendiri. Sebenarnya kakak-kakak ini mengusahakan angkatan 2011 semua yang membantu, tapi sepertinya yang dihubungi banyak yang berhalangan sehingga jadi kami yang diajak, yah hitung-hitung sekaligus sebagai media pembelajaran bagi kami.

Meskipun di sini saya bukan menjadi Operator, alhamdulillah dalam waktu 4 jam tadi saya bisa mengetahui dasar-dasar teknik khitan (red: saya tidak bilang sirkumsisi karena kami memang tidak melakukan itu). Mulai dari teknik aseptik antiseptik, cek phimosis paraphimosis, anastesi blok dan subkutis, memasang klep jam 6 dan 12 sebelum menentukan batas glans, memotong preputium cara pancung, jahit pembuluh darah kecil, sampai jahitan 8, dan jam 6, 9, 12, 3. Selain itu saya juga menyaksikan cara memastikan jarak glans penis dan memasang klep di atasnya untuk mempercepat proses khitan tanpa sirkumsisi, serta cara merapikan kalau masih ada bagian yang belum terjahit dengan menambah pada jam 5 atau jam 7.

Luar biasa, pengalaman hari ini insyaallah akan selalu saya kenang. Beragam jenis pasien dan keluarganya membuat saya terbayang bagaimana nanti ketika saya turun ke daerah. Bagaimana hebohnya Gilang, pasien pertama kami yang menendang-nendang, menolak melihat, dan berteriak kesakitan sehingga merasa itu adalah salah saya karena seenaknya saja seorang amatir menginjeksikan anastesi subkutis lateralnya... Saat menangani Gilang, saya menjadi asisten 1 yang buta arah. Selain melakukan anastesi subkutis, saya hanya melakukan tindakan aseptik antiseptik, menyerahkan minor set ke Kak Agus.

Setelah Gilang, datanglah Rafi bersama kedua orang tuanya. Rafi sangat heboh meronta-ronta padahal di meja sebelahnya, Haikal (yang ditangani tim Kak Febi) diam saja bahkan tertawa-tawa ketika penisnya sedang dijahit. Kehebohan Rafi membuat dia batal dikhitan oleh tim kami, memberi kesempatan bagi orang tuanya untuk membujuk.

Selanjutnya meja operasi kami disejukkan oleh kalemnya Naban, pasien kedua dan yang paling tenang meski hanya ditemani ibunya. Bocah 9 tahun itu menyaksikan semua proses khitan tanpa menangis sedikit pun. Kali ini saya masih menjadi asisten 1, dan mulai melakukan teknik-teknik dasar. Anastesi blok, mulai dari pemilihan posisi (masih diarahkan oleh Kak Agus) hingga injeksi subkutis lateral kiri-kanan, aman. Saya juga membantu proses penjahitan, meski masih sering salah mengikat. Berkali-kali benang terlepas karena tidak tersimpul. Untungnya Naban sangat kooperatif sehingga saya bisa melaksanakan percobaan pertama saya dengan baik.

Namun sepertinya keberuntungan kami berhenti di Naban. Pasien ketiga kami, Marcel, agak sulit dibujuk. Sebenarnya anak ini sudah diantar ke meja kami ketika Rafi batal dikhitan, tapi rontaannya yang lebih sensasional membuat gilirannya ditunda. Ternyata dia jadi heboh begitu bukan hanya karena melihat teman-teman yang dikhitan sebelumnya menangis keras, tapi karena dia malu penisnya dilihat orang lain. Lucu ya, haha. Alhamdulillah akhirnya Marcel berhasil dikhitan, kali ini saya menjadi asisten 2 sehingga saya lebih menikmati interaksi bersama keluarganya. Saya juga menyaksikan betapa bersemangatnya Sang Ibu meyakinkan anak kelas 1 SD itu bahwa untuk jadi polisi harus disunat. Hehe.

Kiki, pasien terakhir yang saya tangani sebagai asisten 1, membuat saya hampir merasa menjadi operator. Sayangnya, setelah satu kali berhasil melakukan anastesi blok dengan lancar, pada kali ini sepertinya saya malah sudah memasukkan 0.1 cc larutan Lidocain kedalam pembuluh darah Kiki. Untung Kak Agus sadar dan meminta saya mengecek ulang dengan sedikit menyedot bagian yang saya tusuk, tampaklah cairan merah berdilusi dalam spuit 3 cc yg saya pegang. Saya ketakutan.. Melihat saya hampir blank, Kak Agus segera memberi instruksi untuk mencabut spuit pertama dan menggantinya dengan Lidocain baru. Dan alhamdulillah sebelumnya kami sudah memasukkan cukup banyak larutan tersebut dari ampul ke spuitnya sehingga tidak ada kepanikan yang berarti dalam kejadian ini.
Dibalik musibah selalu ada berkah, walaupun tadi pada percobaan pertama (Naban) saya sempat kesulitan dalam memasang simpul jahitan, alhamdulillah kali ini saya sudah mulai bisa merasakan 'feel' yang sering disebut-sebut oleh Sang Operator sekaligus Instruktur di tim kami, yaitu Kak Agusdianto. Dan alhamdulillah berhasil melakukan fase klep, pancung, hingga jahit pembuluh darah dan epitel di semua sisi dengan cukup baik. Tentu saja Kak Agus masih menetapkan batas glans sebelum diklep dan dipancung, memilihkan epitel dan posisi jahitan, juga menggantikan anastesi blok dan suntik lateral kanan.

Terimakasih banyak Kak, sudah mengajak saya turut serta dalam kegiatan bakti sosial ini. Pengalaman ini insyaallah akan terus saya kenang agar menjadi batu loncatan untuk menjadi lebih baik. Dan semoga adik-adik yang dikhitan hari ini tetap sehat tanpa ada komplikasi apapun. Aamiin..