Minggu, 25 Mei 2014

Gagasan Selingkuh

Hari itu hujan turun tiba-tiba. Benar-benar seperti air yang dicurahkan dari langit. Aku hanya berdiri mematung di perjalanan pulang, tanpa payung, setelah dicampakkan olehnya. Air mataku menderas seiring rintiknya yang perlahan memudar, seperti cinta Ayah. Air yang ditumpahkan itu habis. Hujan pun berhenti. Hanya rintiknya yang masih bisa ku dengar, tatapanku tak jelas lagi, air mataku terus mengalir tanpa bisa kutahan. Kakiku seakan kehilangan tenaganya untuk menopang tubuh kecilku. Aku terduduk lemas di pinggir jalan. Dia segalanya bagiku. Ayah yang membesarkanku. Dan sekarang ia memilih untuk tinggal bersama wanita pilihannya, dan anak-anak barunya. Ibu, aku merindukanmu.

Perempuan itu merebut Ayah dariku. Aku tahu seharusnya aku rela, harusnya aku berubah menjadi dewasa bersama kasih yang belum kutemukan di perempat bayaku. Tapi aku masih anak perempuannya yang hidup dan tumbuh besar semenjak Ibu pergi bertahun lalu. Perempuan itu merenggut kebahagiaanku. Begitupun putra-putrinya. Aku tak bisa rela.

***

Kalau boleh menangis aku akan melakukannya sekarang. Tapi jangan dulu, nanti saja. Laki-laki itu sepertinya masih menungguku di depan sana dan aku aku tidak cukup rela mempermalukan diri dihadapannya. Setelah kudengar langkah kakinya menjauh barulah aku melongokkan kepala, menatapi punggungnya yang berjalan acuh menjauhi kamarku. Sepertinya ia tahu aku tahu. Aku yakin ia akan mengunci diri dalam ruang kerjanya, menyibukkan pikirannya dengan tugas kantor yang katanya seabrek. Begitupun aku. Mengunci diri di kamar bertema biru dengan bulir-bulir bening tak henti menetes dari mataku. Isak kecewaku terus kuredam bantal, agar ia tak dapat mendengar dari ruang yang hanya terpisah ruang tengah.

Mataku masih sembab, sampai-sampai untuk membukanya pun aku butuh tenaga ekstra. Tapi aku sudah biasa, terlalu sering aku memergoki Papa  sedang bicara mesra dengan rekan kerjanya itu. Sayangnya aku belum kebal. Pemandangan itu masih membuat nyeri hatiku. Kukira Papa jauh lebih baik daripada Mama yang meninggalkan rumah bersama cinta pertamanya yang jauh lebih mapan dari Papa. Jangan kira aku mengidap father’s complex. Aku tidak mencintai Papa dengan tidak wajar. Aku hanya kecewa karena kutahu Tante Winda sangat menyayangi Papa sejak pertama kali aku bertemu dia.

***

Dua cerita di atas adalah paragraf awal dari desain cerpen yang masih tersusun rapi dalam dropbox, belum selesai diolah. Entah kapan selesai.

Keduanya merupakan cerita mengenai orang tua yang selingkuh, dari sudut pandang anak perempuan. Entah kenapa tanpa sadar saya menulis menggunakan dasar cerita itu padahal alhamdulillah dan insyaallah keluarga saya baik-baik saja. Saya lahir dari pasangan yang saling mencintai dan mengagumi dengan cara mereka sendiri. Saya percaya mereka masih dan akan tetap berusaha saling setia sampai nanti. Mungkin gagasan cerita tadi bersumber dari cerita-cerita teman saya yang pernah mengalami hal serupa. Saya berusaha memahami perasaan mereka, mencernanya lamat-lamat hingga benar-benar lumat dan dapat saya ceritakan kembali dengan lebih padat.

Laki-laki selingkuh, perempuan selingkuh. Di zaman ini tak ada lagi bahasa tabu, semua jujur tertutur. Ketika tabu menjadi rahasia umum, diumbar seenak perut, maka saya mencoba mengambil lahan. Menyusun kembali kepingan aksara yang diserakkan Tuhan di atas bumi untuk berbagi.

Kamis, 22 Mei 2014

Membaca: Menjelajah Masa

Saya membaca, dan terus membaca untuk tahu bagaimana caranya menulis. Saya bukan lagi anak kecil yang hanya menulis apa yang didiktekan guru di depan kelas. Saya menulis hal-hal yang saya cari sendiri, saya bongkar sendiri, saya telusuri sendiri. Belakangan ini saya suka membaca karya-karya orang dewasa, penulis angkatan ayah saya. Saya mencoba mengembangkan pengetahuan, dari yang paling dekat hingga paling jauh dengan saya.

Barusan saya selesai membaca tulisan mengenai Joesoef Isak atau dikenal juga dengan sebutan Joesoef Merdeka karena eksistensi beliau di koran Merdeka masa itu. Berkat tulisan itu pula saya mengetahui lebih banyak mengenai BM Diah, wartawan senior yang sering saya dengar namanya. Tadi pula saya baru tahu ternyata beliau telah meninggal satu tahun setelah kelahiran saya di Bumi Indonesia ini. Beberapa hari lalu saya juga baru selesai membaca novel fiksi berbasis riset dengan setting waktu seabad lalu ketika Indonesia masih dalam genggaman pemerintah kolonial. Novel cinta yang sangat manis dituturkan Remy Sylado dalam Malaikat Lereng Tidar. Apik sekali.

Mengenal penulis tua berarti menjelajahi sejarah. Sudah jadi rahasia umum bahwa penulis menulis berdasarkan keadaan zaman ketika ia hidup dan berkembang. Gaya penulisan dan topik bahasannya sangat dipengaruhi perkembangan zaman. Penulis angkatan saya sekarang mungkin melebarkan sayapnya dalam tema cinta, hal yang sangat lekat dengan remaja, meski dulu cinta merupakan hal tabu dan menjadi bahasan di cerita denga tokoh berusia diatas duapuluh tahun. Saya mungkin bosan dengan cerita-cerita picisan yang terlalu sering berkumandang di sekitarku. Jengah, mungkin.


Jadi sekarang saja mau menjelajah lagi. Setelah lelah dengan masa kini, saya ingin pergi ke masa lalu. Masa ketika pers masih sulit bergerak, dililit tekanan pemerintah, digencet zaman.

Minggu, 04 Mei 2014

Selamat Tua Dua Hari Lalu

Harusnya dua hari lalu aku mengirimkan ucapan ulang tahun melalui media karena nomor ponselnya hanya ada di ponsel lamaku yang entah mengapa sejak tanggal dua tak mau menyala. Tapi ternyata ponsel pintarku pun tak cukup kuat menangkap sinyal untuk sekadar mengucapkan selamat tua untuknya.
Pesan ini aku ketik dini hari tanggal tiga, tapi tak terkirim juga sampai sekarang. Jadi kuputuskan untuk menempatkannya di rumah keduaku, di langitbiru tempat menyimpan semua kenanganku. Karena aku ragu mau mengirimkan pada orangnya :"
------------

Selamat ulang tahun untuk kamu yang disana. Selamat berkepala dua. meskipun sekarang cerita kita sudah sama sekali berbeda, tapi aku masih mengingat jelas kita dan sejarahnya karena terlalu banyak pengalaman pertamaku yang kita lakukan berdua. Untuk kau tau, mengenangmu mungkin tak akan buatku bosan sampai tua. Mengenalmu adalah salah satu hal yang harusnya aku lakukan lebih cepat. Hanya saja waktu itu aku terlalu tak peduli. Sejak awal aku denganmu memang sekadar saudara, tidak lebih tidak kurang.
Selamat tua kakak, semoga selalu lebih baik :)

Selasa, 29 April 2014

KEPEMIMPINAN ISLAM DAN INDONESIA

"Siapa yang benci kepada suatu (tindakan) pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena sesungguhnya tiada seorangpun dari manusia yang keluar sejengkal saja dari pemimpinnya kemudian ia mati dalam keadaan demikian melainkan ia mati dalam keadaan jahiliyah." (HR. Muslim) 
Ketika berbicara mengenai pemimpin dalam Islam, maka yang terlintas dalam benak adalah sosok Amirul Mu’minin yang mampu menaungi umatnya dengan segala hukum Islam. Bayangan pemerintahan di zaman Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat yang begitu memesona dengan segala pahit manisnya.
Sesungguhnya dalam Islam ada banyak sekali kegiatan yang diatur hanya dapat dilaksanakan berjama’ah. Dalam konsep jama’ah ini, ada seorang yang dipercaya sebagai imam, dapat pula diartikan pemimpin atau orang yang berada di depan (dari kata dasar amaama yang  dalam bahasa Arab berarti di depan) sedangkan yang lainnya menjadi ma’mum (orang yang dipimpin). Dengan kata lain, Islam mengharuskan umatnya untuk memilih seorang pemimpin (amir) dari mereka agar dapat menggabungkan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Seorang amir patutnya adalah seseorang yang lebih baik dari ma’mum  baik agama maupun ilmunya, lebih banyak mengetahui, lebih mampu menyampaikan, serta lebih mampu mempengaruhi untuk tujuan kebaikan. Praktisnya, seorang amir dalam Islam adalah seseorang yang dengan sukarela diikuti oleh umatnya tanpa mereka berniat membelot tapi tetap memiliki hak dan kewajiban untuk menegur ketika amir mereka salah. Dalam sholat contohnya, ketika imam salah gerakan maka ma’mum yang dibelakangnya akan melafalkan “Subhanallah, subhanallah, subhanallah.” Imam yang sadar seharusnya akan langsung memperbaiki kesalahannya karena tujuan dalam Islam adalah melakukan yang tebaik untuk mendapatkan ridho Allah swt.
Sesungguhnya Al Qur-an adalah sumber dari segala ilmu yang diturunkan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam. Apabila pemimpin di suatu negara yang rakyatnya diatur untuk menjadi monotheis meski dengan kepercayaan berbeda benar-benar menerapkan pemerintahan berbasis Qur-an maka seharusnya negara yang dipimpinnya akan berjalan menuju kebaikan. Lain halnya jika pemimpin itu sendiri yang salah menafsirkan lalu salah pula mengerjakannya, atau rakyat di negara itu yang menolak apa yang dibawa pemimpinnya seperti yang telah terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Seorang pemimpin tentunya tidak dapat bergerak sendirian tanpa dukungan dari rakyatnya. Pemimpin ada untuk memimpin umatnya agar bergerak bersama mencapai tujuan negara, bukan untuk menjalankan sendiri programnya tanpa bantuan.
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia. Negara yang dibangun oleh beragam suku, agama, dan ras. Bersatu padu dalam Bhineka Tunggal Ika sejak hampir 69 tahun silam. Negara yang disebut-sebut negara Islam namun tampak sekuler inilah tempat kita tinggal berdiam dan lalu beranak-pinak. Negara Islam satu-satunya yang masih bersikukuh mengikuti kompetisi putri kecantikan kelas dunia, negara Islam yang memiliki Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, negara Islam dengan tingkat korupsi yang masih sangat tinggi.
Negara kita tercinta ini memang belum menerapkan sistem pemerintahan Islam, mengingat bukan hanya kaum muslim yang mengisi kepulauan ini. Kepulauan besar kita merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi Pancasila yang sangat jelas tidak termasuk dalam hukum Islam, karena Islam mengajarkan sistem musyawarah mufakat dan pemerintahan berbasis khilafah. Hal ini membuat beberapa penganut Islam yang fanatik buta menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang tidak bisa ditolerir sehingga mereka memilih untuk menjadi “golongan putih” setiap kali dilaksanakan pemilihan umum. Keputusan yang sangat tidak beralasan jika kita mempertimbangkan apa yang akan terjadi saat kita menyerahkan hak suara begitu saja tanpa peduli apa yang akan terjadi pada kertas suara kita. Pemilu Legislatif yang dilaksanakan 9 April silam masih dinodai oleh jejak golput. Seandainya memang orang-orang Islam yang seharusnya pintar ini tidak mau terlibat, mau jadi apa negara ini?
Saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa borok Indonesia hampir tidak dapat lagi disembunyikan. Beberapa orang hanya mencibir di belakang, berkomatkamit mencaci pemegang pemerintahan saat ini tanpa cukup peduli untuk sekadar datang ke bilik kecil mencoblos satu lambang partai. Bukankah ada banyak partai yang juga membawa nama Islam? Seperti kata pepatah, “Suatu kaum tidak akan berubah sampai kaum itu sendiri yang merubahnya.” Bagaimana Islam mau berkembang lagi di Nusantara kalau pegiat muslim sendiri terpecah-pecah dan terlalu malas untuk mencoba berubah? Padahal dengan berikhtiar, mungkin saja Allah akan membawa suara kita untuk dapat mengubah hasil yang pastinya sudah diprediksi bahkan sebelum Pemilu digelar.

Kepada para pemuda penerus bangsa: Tunjukkan eksistensimu, buktikan pada dunia bahwa keberadaanmu dapat membantu memperbaiki Indonesia. Kalianlah para calon pemimpin, maka pilihlah pula pemimpin yang setidaknya paling baik dari semua calon yang ada agar kalian dapat meneruskan perjuangannya kelak. 

opini ini telah dipublikasikan pada Buletin Galaxy BPPM Ibnu Sina FK Unsri Edisi April 2014

Kamis, 24 April 2014

Overview Pormafka Unsri 2014

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya merupakan institusi yang membiarkan mahasiswanya bersosialisasi dengan berbagai macam cara. Mahasiswa kedokteran yang ada kalanya jenuh dengan kegiatan perkuliahan yang monoton diarahkan untuk menggunakan otak kanannya agar dapat berkreasi dalam rangkaian kegiatan Pekan Olahraga Mahasiswa FK (Pormafka) yang akan ditutup dengan Pentas Seni (Pensi). Kegiatan ini bukan sekadar pekan olahraga biasa, melainkan kegiatan yang menampakkan aura persaingan yang ketat antar kelas. Semuanya melakukan yang terbaik agar kelasnya dapat memenangkan Pormafka dan memboyong Piala Bergilir Dekan FK Unsri ke kelasnya.
Ada tujuh cabang olahraga yang dilombakan dalam Pormafka 2014, antara lain Futsal, Voli, Basket, Bulu Tangkis, Tenis Meja, Tenis Lapangan, dan Catur yang akan diikuti oleh mahasiswa jenjang Strata 1 dan Profesi, jadi kakak-kakak koas juga masih berpartisipasi, lho. Tidak seperti tahun lalu ketika masih ada venue yang menyediakan lapangan futsal, basket, dan voli sekaligus, tahun ini ketujuh cabang olahraga Pormafka diadakan di venue yang berbeda-beda. Futsal di Galaxy, Basket di IBA, Voli di lapangan FKIP Unsri Bukit, Bulu Tangkis di Padang Selasa, Tenis Lapangan di samping RSMH, dan Tenis Meja serta Catur di kampus FK Unsri Madang, dengan menghapus cabang olahraga Renang yang tahun lalu dilaksanakan di Lumban.
Pembukaan Pormafka 2014 yang diadakan oleh BEM KM FK Unsri di Lapangan Garuda Sriwijaya (09/03) berlangsung meriah dengan partisipasi semua kelas yang masih mengeyam pendidikan jenjang Strata 1. Semua kelas memberikan penampilan yel-yel dan persembahan serta mengirimkan utusan terbaik mereka dalam lomba Lari Estafet, Tarik Tambang Putra dan Putri. Bahkan Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang tahun lalu kurang dapat berpartisipasi dikarenakan sesuatu dan lain hal, tahun ini berkontribusi maksimal dengan mengikuti seluruh agenda Pembukaan Pormafka 2014 dan berhasil menjadi Juara 2 Tarik Tambang Putri.
Pormafka sendiri merupakan salah satu agenda BEM KM FK Unsri yang juga melibatkan peserta Sekolah BEM untuk menjadi panitia dalam rangkaian kegiatan yang akan berlangsung selama hampir tiga bulan mulai dari 9 Maret 2014 dan ditutup dengan Pensi yang jika tidak ada hambatan akan digelar tanggal 24 Mei 2014 di Kampus FK Unsri Madang dengan tema yang masih dirahasiakan.
Ayo semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsri, PDU, PSKG, PSIK, PS Psikologi dari angkatan 2009-2013 berpartisipasi dalam Pormafka 2014. Go Healthy, Fight Sportively, Win The Medals! Salam Pormafka! (Intan Chairrany)


Versi asli dari tulisan yang telah dimuat di Buletin Medifka On Two Weeks (OTW) edisi gabungan 4 dan 5 halaman 17-18

Minggu, 20 April 2014

Cobaan Untuk Indonesia


Untuk kesekian kalinya dalam sejarah Indonesia, bencana alam kembali mengguncang negeri ini. Di puncak musim penghujan, DKI Jakarta, Bekasi, Tangerang, Karawang, Subang, Pati, Blitar dan beberapa kota lain di Indonesia dikepung banjir. Hal ini menyebabkan kegiatan masyarakat terhambat oleh air yang menggenangi jalanan dan rumah-rumah mereka. Bahkan ibukota negara kita tercinta, yang notabene sudah menjadi langganan banjir pun merasa bahwa banjir tahun ini jauh lebih deras, lebih tinggi, dan lebih menyebar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, ujung atas Sulawesi dilanda banjir bandang yang dilaporkan telah menelan 19 jiwa dan 2.091 orang mengungsi (22/01). Tidak ada yang mampu memprediksi, ketika Allah berkata jadi, maka jadilah, "Kun, fayakuun".

Selain air, lempeng tektonik Indonesia juga terguncang. Di Karo, Sumatera Utara, Gunung Sinabung yang sebelumnya berstatus Gunung Kategori B atau tidak aktif, secara mendadak pada 27 Agustus 2010 bergolak dengan aktivitas magma yang signifikan dibawah lapisan bumi dan menjadikan Sinabung Gunung Kategori A (aktif). Kemudian dinyatakan berada dalam kondisi waspada oleh Pusat Vulkanologi dan Mitifasi Bencana Geologi (PVMBG), yang membuat masyarakat terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal dan ladang mereka sejak September 2013.

Belum ada tanda berakhirnya erupsi Sinabung, 24 November 2013 hingga memasuki tahun baru merupakan masa-masa puncak erupsi, gunung ini dinyatakan berada pada level tertinggi. Peningkatan dan penurunan aktivitas gunung membuat hasil prediksi yang fluktuatif, sehingga tak ada yang bisa meramalkan kapan berakhirnya erupsi ini sementara Sinabung terus mngeluarkan awan panas dan abu vulkanik dari kawahnya. Bahkan beberapa hari lalu (07/02) untuk kesekian kalinya, gunung ini kembali mengeluarkan awan panas yang menyapu kaki gunung.

Indonesia terus menerus diguncang bencana. Apa maksud Allah dengan semua ini? Bagaimana kita hraus menyikapinya? Apakah benar pernyataan Ebiet G. Ade dalam "Berita Kepada Kawan", bahwa mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, atau bahwa alam mulai bosan bersahabat kepada kita? Lalu perlukah kita bertanya pada rumput yang bergoyang atau mulai mengetuk hati masing-masing yang mungkin telah jarang disapa. Menanyakan apa makna eksistensi kita di bumi-Nya yang telah Ia hamparkan dengan segala nikmat yang bisa kita akses sesukanya.

Mungkinkah kita manusia terlalu sombong untuk sekadar berterimakasih, bersyukur atas jutaan nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada kita selama kita menumpang di dunia yang fana ini. Dunia yang hanya dijejak sebentar, tempat bermain dan bersenda gurau semata. Hendaknya kita syukuri segala macam musibah yang terus menyapa, sebagai wujud kesadaran diri. Musibah dihadirkan Allah sebagai pengingat bagi yang lupa, untuk menghapus dosa-dosa, agar kita merasakan yang orang lain rasakan. Semoga kita semua dapat menjadi hamba-Nya yang bersyukur agar kehidupan kita yang sementara ini dapat bermanfaat di akhirat-Nya yang kekal. Aamiin.

Telah terpublikasi di Buletin Galaxy BPPM Ibnu Sina FK Unsri Edisi Februari.