Kamis, 11 April 2013

Untuk Kalian


Palembang, 12 April 2013
Untuk Keluargaku


Setelah sekian lama tak bercerita, kali ini aku akan berkisah tentang kita.

Masihkan kalian ingat ketika malam itu (04/04) kita membentuk lingkaran kecil beratapkan langit malam dan cahaya yang berkilat silau sesekali? Delapan anak manusia berkumpul mencoba menyingkap rahasia yang harusnya bukan rahasia. Menerka-nerka dimana letak ujung benang merah yang terlampau kusut bergelung melilit keluarga kecil kita, membuat sesak karena terlalu erat. Satu demi satu pertanyaan terlontar dari lidah kita yang tanpa tulang. Kejujuran adalah tujuan akhir yang sepertinya sangat ingin kita capai malam itu. Tapi aku sungguh telah salah mengira, pengharapanku tersemat di tempat yang terlalu tinggi. Ternyata kita memang belum sedekat itu untuk mampu sepenuhnya berbagi.

Aku sungguh merindukan kita yang saling melengkapi, menutupi kekurangan yang satu dengan kelebihan yang lain. Kita yang dengan mudah mengungkap perasaan secara gamblang, tanpa ada rahasia, tanpa ada dusta. Aku mencintai kita dengan cinta yang begitu dalamnya hingga aku tak mau menerima situasi yang melingkupi saat ini. Keadaan ketika aku dan kalian terasa tak dekat lagi. Ada kotak kecil di dalam lingkaran kita.

Aku bukan orang yang terlalu perasa, tapi aku bukan pula orang yang tak peka. Kotak kecil itu sedikit banyak mengusik perhatianku. Namun, tak pernah kuduga bila penghuni kotak itu ternyata lebih tak peka dariku. Mereka adalah tokoh yang berkeras meyakini bahwa bukan mereka yang salah, mereka tak merasa membentuk sebuah kotak yang telah nyata ada diantara kita, mengkambinghitamkan orang lain, menyalahkan keluarga.

Aku adalah orang yang mudah mengakui kesalahan dan sangat tak suka disalahkan ketika aku tak sedikit pun berbuat salah. Maafkan kalau kadang lidah dan jari-jariku terlalu tajam. Tapi memang itulah maksudku, sengaja mereka kuasah supaya mampu memberi setidaknya goresan kecil pada hati mereka yang tak peka, bila perlu aku ingin menyayatnya. Maafkan lagi kalau aku mulai menggunakan bahasa sarkastik, memisahkan mereka dari kita, sungguh geramku kadang tiba-tiba meraja. 

Mereka bilang kita yang terlalu mensugestikan diri, terus menerus merasa terbuang, merasa tersisih. Padahal sungguhnya kita hanya mencoba merangkul yang menjauh, mengingatkan kawan yang lupa. Padahal sungguhnya kita pun tak mau lagi peduli. Kabar yang menarik tak akan jadi menarik lagi jika apabila terlalu sering diulang. Bosan. Bahkan sejak kemarin (11/04) aku pun mulai menyukai keadaan ini. Mensyukuri keberadaan mereka diantara kita, membiarkan mereka terjebak dalam kotak kecil yang mereka ciptakan sendiri. Menertawakan segala keuntungan yang kita dapat sebagai benih dari keberadaan kotak kecil di dalam lingkaran kita.

Penghuni kotak itu bahagia dengan kebersamaan mereka, pun masih suka bersenang-senang bersama kita. Aku turut bahagia, kalian juga demikian kan? Kalau kotak itu merasa nyaman berada dalam lingkaran kita, mengapa tidak kita berikan pula kenyamanan bagi mereka? Toh, kotak kecil itu pula yang membuat lingkaran kita tercipta. Namun, kurasa mereka merasa perlu membayar pajak meski kita tak pernah meminta. Walaupun sebenarnya tak perlu, harus kuakui bahwa aku juga sangat menikmati upeti-upeti yang mereka berikan dengan senang hati. Haha.

Tapi ternyata beberapa hari lalu (08/04) satu dari kita sampai di ambang kemampuannya mempertahankan kesabaran. “Mengapa tidak kita habiskan saja cerita kita?”, katanya. Kupikir ada benarnya juga. Mengapa tidak kita tinggalkan saja keluarga kecil yang telah menjadi lebih kecil ini? Biarlah kita tetap berkumpul dalam lingkaran tanpa harus ada status menjerat kita. Belakangan ini aku pribadi merasa nama keluarga kita kadang digunakan dengan tidak semestinya lagi. Bukannya aku tak berterimakasih pada mereka yang menyatukan kita, tapi aku sungguh merasa jengah. Maafkan keegoisanku yang mungkin kini terasa begitu pekat.

Biarlah nama itu dipakai ketika kita pergi mendekati langit lagi, ketika kita bersama menjadi semakin dekat dengan Tuhan kita lagi. Di samping itu, biarlah kita terus bersahabat tanpa harus merasa berat, berkelakar tanpa merasa terbakar, serta berkasihsayang tanpa ada yang merasa terbuang.

Tertanda,
Yang merindukan Kita

Sabtu, 06 April 2013

ketika buntu ditambah ngantuk

setelah sekian lama nggak nulis di blog, rasanya kok gak enak ya.
asli gak enak banget loh. omongan doang gayanya mau nulis minimal 5 postingan setiap bulan, tapi buktinya nihil!
rasanya udah banyak banget loh ide-ide yang numpuk di kepala.
tapi kok pas mau nulis malah buntu jadinya. apa karena saya terlalu jauh memikirkan hal yang bagus-bagus saja? mungkin karena saya terlalu sombong kali ya. padahal kemanpuan nulis ya baru gini-gini doang. nilai bahasa indonesia pas SMA aja bobrok banget. lolol banget ya. saya ini ngakunya doyan nulis, suka nyastra, tapi realisasinya nggak ada. saya nih terlalu santai, saya sadar sih.
harusnya emang kayak gini, saya harus sempet-sempetin nulis tengah malem waktu saya nggak mungkin ikut kegiatan kampus atau kumpul bareng temen-temen keluar kosan.
jadinya pasti bakal lebih lah dari 5 postingan doang tiap bulan, wong dulu aja saya bisa kok. masa sekarang saya mau sok gak bisa. gak keren banget, ah.
sudahlah, sekarang saya mau fokus ke nulis. karena saya berharap banget bisa jadi lebihbaik, jadi terkenal, jadi cerdas dan mampu mencerdaskan orang lain lewat tulisan saya. saya tau saya sekarang masih bukan apa-apa. tapi semua orang yang masuyarakat sekarang kenal sebagai "orang hebat" itu dulunya juga pasti orang yang gak ada apa-apany atapi punya tekad kuat untuk ngebuktiin ke dunia kalo dia punya "apa-apa" yang bisa meninggikan derajat dirinya.
setiap manusia itu udah kodratnya untuk punya kekurangan, kalo gak punya kekiurangan mah namanya bukan manusia, tapiTuhan.
saya bukannya mau sok filosofis, tapi kayaknya memang itulah yang seharusnya sekarang saya lakukan.
saya memang tipe orang yang lack of confedence. saya ini mantan minderan yang udah berevolusi jadi anak yang gak tau malu., haha. meski sebenernya saya malu juga sih ngaku kayak begini.
saya yakin saya mampu lah menunjukkan kemampuan saya. saya harus bisa menyusun skala priorutas ketiika saya pounya banyak sekali kegiatan yang harus dikerjaa=kan.
saya sekarang tergabung dalam redaksi Medifka dan bsedang dididik oleh Sekolah BEM. idealnya sih seorang mahasiswa fk unsri boleh punya dua BO, tapi sayangnya barusan pengumuman hasil perekrutan tahap dua udah keluar dan saya alhamdulillah tidak lolos. tapi saya senang, karena saya kehilangan sesuatu yang tidak menginginkan saya, sementara mereka kehilangan saya yang sangat mengingnkan hal itu (ini akan dibahas di posting selanjutnya, insyaallah)

dari tada=i dsaya ngomong apa sih ya, haha. ngalor ngidul ngetan ngulon gak jelas saya emang terlalu suka bertutur. saya mungkin bisa dimasukkan dalam kategori 3/4 extrovert  yang mana punya kebiasaan untuk mudah percaya pada orang lain dan mampu dengan mudah menyampaikan setiap hal tentang hidup saya kepada oang-orang tersebut,
saya menyukai kegiatan menulis, membaca, bercerita, mendengarkan. keempat aspek penilaian bahasa, saya suka. ayah saya pun heran mengaoa saya berkeras mengambil jurusan yan saya jalani sekarang sementara saya adalah orang yang sangat tertarik dengan jurnalistuk. yah, semoga saya akan tetep mampu menjadi jurnalis meski nanti saya menjadi dokter. saya akan mengatur jadwal hidup saya mulai dari sekarang da tidak boleh terunteruosii dengan hal-hal yang mekenceng dari jadwal kecuali itu merupakan hal yang sangat mendesak.

well, mungkin sekiranya segitu dulu ya yang saya tulis malam ini. saya janji, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk menuliskan hak-hal yang baik di buletin ataupun mading kita.
maaf kawan, sekarang saya ngantuk., kalian duluan aja, btar aku liat kok. makasih yaaa