Sabtu, 27 Juni 2015

Sholat

Hari ini aku pergi ke masjid bersamanya, setelah makan siang telambat yang tidak direncanakan. Ini pengalaman pertama kami. Aku berwudhu dan sholat Ashar mengenakan mukenah masjid. Rokaat demi rokaat kutunaikan kewajiban. Setelah salam, aku mendongak, menoleh kebelakang lalu tersenyum.

Kalung salibmu bergelantungan saat kau menunduk melihat ponselmu di atas motor.

(Fiksi pendek 50 kata, saat teringat kamu)

Kamis, 04 Juni 2015

Tanpa Judul (2)

Senyum itu masih di sana.
Aku lagi-lagi menghindari tatap matamu yang setajam elang.
Aku tak pernah mampu menerka isi kepalamu, apalagi hatimu. Kamu yang menyimpan semuanya untuk dirimu entah mengapa macam mencoba membagi.
Mungkin aku terlalu merasa, aku terlalu berharap. Pribadimu memang tak sama dengan orang biasanya. Kamu unik. Mungkin karena itu pula aku tertarik. Meski tutur bahasamu tak cantik, namun getar pita suaramu sanggup membuatku tergelitik.

Madang, 2 Mei 2015
(Ketika di luar hujan lebat)

Katanya Cinta

Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika isi memori komputernya film asing semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika ditanya siapa Wakil Presidennya Habibie mangap semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika diminta berbakti di pedalaman ngumpet semua
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika ditanya ada di kelpulauan manakah Halmahera malah melongo saja
Siapa yang bilang cinta Indonesia?
Ketika setiap hari mencaci pemerintahan tapi diminta aksi tak pernah ada
Aksi bukan hanya lewat panas-panasan bakar ban di jalan
Aksi juga bisa lewat menulis kritis di media yang diisi artis-artis
Kalau kau cinta Indonesia berbaktilah
Tunjukkan pada dunia
Kalau kau membantu Indonesia melompat maju dari 70 tahun perkembangannya
Kadang dunia mencemooh kita
Kadang tetangga mencibir
Tapi tak kurang juga yang memuja penuh bunga
Mengelu-elukan sejarah bangsa kita
Sementara kita sendiri buta dan lupa
Sementara kita semua terus berpura-pura
Indonesiaku yang malang
Maafkan kami pemudamu yang lemah ditipu zaman
Ampuni kami yang tak berkepribadian
Selama bumi masih berputar dan matahari masih berpijar
Selama pena masih bertinta, selama darah masih terpompa
Masih ada pemuda yang peduli negaranya
Masih bertebaran tulisan dan gerakan di seluruh sudut Nusantara
Tinggal bagaimana kita menyatukan pergerakan
Bagai Budi Utomo yang menggabungkan kekuatan seluruh pemuda
Kita butuh satu nahkoda
Akukah?
Kamukah?


10 Mei 2015
Intan Chairrany

(dipicu puisi Rendra dan lakon Sudjiwo Tedjo)

Pesakitan dan Kebangkitan

Aku menjadi pesakitan dalam sel tipuanmu
Akalku terkurung jeruji
Kau, sipir yang memandang dari sudut pintu besi
Seakan akan tak peduli
Tubuhku terkapar lemah di lantai tanah separuh basah
Aku beku, pasrah

Aah, bagaimana?
Esok Hari Kebangkitan negaraku
Dapatkah aku bangkit?
Aku bosan jadi pesakitan
Apakah sebaiknya aku bergerilya saja?
Merangkak dalam gorong gorong bawah tanah

Hei, ada semacam sekop di dalam sini
Mungkin lantai ini bisa kugali


Intan Chairrany
20 Mei 2015

(Dicatat di lembar putih kosong halaman terakhir buku Epidemiologi pada hari kedua tutorial Epid-Biostat, saat tutor tak memperhatikan.)