Jumat, 30 Mei 2014

Menyikapi HTTS Esok Hari

Jadilah remaja sehat tanpa rokok!
Hari Tanpa Tembakau Sedunia (31 Mei)

Rokok merupakan penyebab kematian terbesar di dunia yang bisa dicegah. Satu dari sepuluh kematian orang dewasa disebabkan oleh rokok. Sebatang rokok mengandung 4000 lebih zat berbahaya dan 70 diantaranya adalah zat karsinogenik (pemicu kanker). Ketika satu orang menghisap sebatang rkok, maka ia telah meningkatkan risiko dirinya terserang penyakit berbahaya, menurunkan produktivitasnya, serta penambah beban negara dan keluarga untuk mengobatinya.

Sebagai informasi, indonesia merupakan negara perokok nomor 3 di dunia, prestasi yang kurang membanggakan bukan? Sedihnya lagi, jumlah perokok terus bertambah karena harga rokok yang kian murah hingga bisa dijangkau anak dan remaja,

Mengapa merokok?
Rata-rata orang mulai merokok pada usia remaja (12-18 tahun). Kenapa? Karena di umur segitu remaja (terutama laki-laki) sedang berusaha mencari jati diri dan mencoba banyak hal, salah satunya merokok. Banyak remaja yang melihat temannya merokok, atau melihat laki-laki merokok di televisi dan merasa bahwa adegan itu menimbulkan kesan keren. Kera moderen. Kok begitu? Karena orang berpendidikan pasti mengerti dan pernah diberitahu bahaya rokok bagi kesehatan dan perekonomian. Dan yang tidak mampu berpikir setelah mengetahui kenyataan apa bedanya dengan binatang, dengan kera.

Salah satu poin yang menarik orang untuk merokok adalah iklan. Rata-rata remaja Indonesia selain sekolah dan berinteraksi, menghabiskan waktunya di depan televisi. Dalam setengah jam lebih dari dua iklan rokok muncul di satu stasiun televisi, bayangkan berapa banyak virus itu masuk ke dalam pikiran remaja. Belum lagi kalau ia menonton lebih dari satu channel dalam waktu bersamaan. Penelitian yang dilakukan oleh UHAMKA bersama Komnas Pelindungan Anak (2007) menyatakan bahwa 68,2% anak memiliki kesan positif terhadap iklan tersebut dan 50% merasa lebih percaya diri. Semua terjadi karena industri rokok di Indonesia memiliki kebebasan yang hampir penuh dalam mempromosikan rokok, berbeda dengan negara lain yang justru sangat melindungi anak-anak dari bahaya rokok.

Rokok dan kemiskinan
Tiga dari empat keluarga di Indonesia memiliki pengeluaran untuk rokok. Semakin miskin, prevalensi merokoknya lebih tinggi (12%) bila dibandingkan dengan penduduk yang lebih kaya (7%). Pemerintah sudah mencoba mengurangi kemiskinan dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada keluarga yang tidak mampu sebesar Rp 100ribu per bulan. Tapi sangat disayangkan, lebih dari 120juta warga miskin di Indonesia menggunakan dana BLT untuk membeli rokok. Sedih sekali bangsa ini. Mau jadi apa lagi Indonesia kalau calon penerus bangsa (baca: remaja) sudah meracuni dirinya sejak muda.
Merokok sama dengan menumpuk racun dalam tubuh sekaligus membakar berlembar rupiah yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain, makan misalnya.

Boleh merokok asal asapnya ditelan!
Kenapa sih kalimat ini sangat sering terdengar? 
Perokok pasif memiliki peluang lebih besar menderita penyakit terkait rokok dibandingkan perokok aktif. Kalau begitu ayo kita merokok bersama-sama, toh lebih baik daripada tidak merokok. Ini jawaban yang sering keluar dari mulut para perokok ketika ada orang menyampaikan fakta ini. Kalau mau dijawab lagi, bunuh diri sendiri saja jangan ajak orang lain dong.

Kementerian Kesehatan mencatat 100juta orang Indonesia merupakan perokok pasif. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perokok pasif jauh lebih berisiko karena setiap hisapan roko olah perokok aktif hanya 25% yang masuk ke paru-parunya, itu pun setengahnya dikembalikan ke udara. Sisanya yang masih melayang-layang sejumlah 87,5% akan terhisap oleh orang itu lagi atau orang-orang kurang beruntung yang berada di sekelilingnya.



Tips menghentikan kebiasaan merokok a la FK Unsri
1.       Niat!
Ini yang paling penting, kalo ga ada niat ya sampe kapan pun ga akan berhenti.

2.       Ingat perekonomian orang tua.
Ini mungkin hanya berlaku bagi anak dengan keluarga menengah kebawah, yang ekonomi tinggi bisa jadi tidak peduli.

3.       Pelajari kerugian merokok dari lingkungan sekitar.
Perokok-perokok berat biasanya akan menunjukkan gejala klinis pada usia 25 tahun ke atas sehingga remaja kurang peduli dengan dampak merokok. Perhatikanlah orang-orang tua disekitar kita, cari berita mengenai rokok, dijamin tidak akan ditemukan dampak positif melainkan hanya sebentar.

4.       Jaga pergaulan.
Kebanyakan remaja merokok karena teman sepermainannya juga merokok. Merasa aneh kalo cuma kita sendiri yang tidak merokok. Kenapa tidak mencoba pergi ke lingkaran lain, dimana kita akan malu karena hanya kita yang merokok.

5.       Menabung.
Dengan membiasakan diri menabung, kita akan merasa sayang mengeluarkan uang untuk hal yang tidak perlu. Kalau dibelikan teman gimana? Percayalah, temanmu tidak akan sebegitu niatnya membelikanmu rokok setiap hari kecuali ia terlalu kaya sampai-sampai tidak tau lagi harus membelanjakan uangnya untuk apa.

6.       Mengalihkan keinginan merokok ke hal lain yang lebih bermanfaat.
Biasanya orang merokok kalau sedang tidak ada kerjaan, jadi berusahalah menyibukkan diri supaya tidak sempat merokok. Kalau memang sedang menganggur dan mulut terasa asam (alasan utama orang susah berhenti merokok), cobalah memakan sesuatu. Ketika memakan permen atau makanan lain yang harganya lebih murah daripada sebungkus rokok kita tidak akan bisa merokok bukan? Karena kita hanya punya satu mulut.

7.       Kembali lagi ke poin 1. NIAT dan SUNGGUH-SUNGGUH.
Mantapkan lagi niat, dekatkan lagi diri dengan Tuhan, sibukkan diri dengan kegiatan bermanfaat, pahami bahaya rokok secara menyeluruh, jaga pergaulan, maka mudah-mudahan kamu terhindar dari bahaya jangka panjang rokok.



Oleh: Intan Chairrany
Staff Departemen Kajian dan Strategis BEM KM FK Unsri
(untuk pamflet Sosialisasi Anti Rokok bersama CSR PT. Perta-Samtan Gas, Sungai Gerong, Plaju)