Senin, 03 Desember 2018

Bicara Senja

Bola api, apakah ia akan pergi?
Sudah waktunya ia pulang, tapi apakah ia hilang?
Lelahkah? Tidurkah?
Hari menghitam, akankah selalu kelam?
Tak terlihat bukan berarti ia beristirahat.
Ia hanya pindah mewarnai sisi sebelah

Selasa, 30 Oktober 2018

Pandangan Pertama

Satu dari sekian tamu. Awalnya ia tak begitu memperhatikan gadis itu. Dari belakang figurnya biasa saja, tidak ada hal yang menarik darinya. Lelaki itu hanya melihat sekilas dari samping dan mendengar suaranya mengucapkan satu kata samar-samar karena ragu. Lalu ia pergi. Gadis itu juga.

Penasaran, ia bertanya pada temannya, apakah gadis itu akan kembali? Siapa namanya? Memang, klise sekali kedengarannya.

Tak lama, gadis itu memang kembali menemui temannya. Dengan kemampuan lihat dan dengar yang cukup minimal, gadis itu tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Ketika ia bertanya dan temannya menjawab, ia bahkan tidak mendengar jelas jawabannya. Hanya sayup-sayup "Ia ingin berkenalan," yang ia dengar.

Kemudian gadis itu pergi bersama temannya tanpa bertanya lebih jauh. Mungkin malu, atau ragu dengan pendengarannya sendiri. Ketia ia sampai di gerbang dan menoleh ke kantor sebelah, lelaki tadi berdiri di depan gerbang seperti sedang berpatroli. Ia hanya mengangguk pelan sembari tersenyum sambil berlalu. Matanya yang rabun membuat gadis itu merasa diperhatikan dan ia semakin malu, khawatir terlalu percaya diri. Setelah gadis itu masuk ke mobil temannya dan berjalan pergi, lelaki tadi pun masuk lagi ke kantornya. Sungguh suatu kejadian yang menarik.

Mari kita lihat apa yang akan terjadi esok hari.

Minggu, 28 Oktober 2018

Dancing High Final Stage Euforia

Watching dancing high was such a roller coaster to my feelings. Too much power, courage, tears, love and regrets that they potrayed in spare of 8 episodes. I know it was just some fragments of their actual struggles. Those teens were so amazing that even an adult like me feel so weak against them. They have much bigger dream than mine and they really fought for it. Not just sitting and watching like some spectator.

Maybe I already passed half of my journey, but I really hope that I can show the world what it means to be me.

Senin, 20 Agustus 2018

Preferences

Let's talk about your favorite genre.

No, let me just talk about mine, because I know you can't respond to my rambling.

Now, and since long before, I always enjoy stories with at least minimal portion of angst. Like a sensitive, tad bit negative main character with inferior complex being in love with a complete opposite person. Their dynamics were one of a kind. All the insecurities, unconfidence, ignorancy, and self pitying are the spices that I looked for in each stories. I waited for the resolution, for how the other one comforted the main character by managing their self-confidence, self-loving, and self-believing by all the love and reassurance they shared constantly. Uncountable amount of love should come from both side to make the negative ones being positive.

Maybe my liking to angst was triggered by my own personalities (?) I don't understand it either. Stories about jealousy, possessiveness, affairs, always had a place in my reading list. Maybe it affected me as well, I do realize that most of my writings are based on these traits.

So why did I felt this urgency to write these nonsense here? I don't know. I just had this feeling to share, to tell, to make a conversation with some imaginary friends, like I always did in my childhood. Crying by my pillow while hugging my teddy after I told him all my struggles with human interractions that day.

Cause baby what I show on the outside maybe a lot different with things that happened inside my bubblyhead.

And this is what you got when listening to me rambling about genre. It's all around the place. I told you before that I was weird, you never listened. I talked nonsense, exept for the part about angst. And I loved how you just sat there with your black ball eyes wide open and some of your reddish tongue out, thatww gave me nothing but the silence I needed the most.

Senin, 02 Juli 2018

Tes Kepribadian

Malam ini setelah masuk kamar aku menyibukkan diri dengan tes-tes kepribadian daring. Sejak dulu aku memang tertarik dengan hal-hal seperti ini dan sejak aku mulai mengikuti akun-akun yang senantiasa mengingatkan kepada masa depan, aku semakin bersemangat untuk mengetahui karakter dan kepribadianku.

Jadi ceritanya... awalnya aku mencoba tes temperamen. Ituloh yang semua orang pernah denger. Empat kepribadian sanguin, melankolis, koleris, dan plegmatis. Selama ini aku mengira ini adalah pembagian kepribadian, ternyata eh ternyata setelah aku berselancar lagi akhirnya terungkap bahwa ini adalah tipe temperamen yang kita miliki. Aku mencoba masuk ke situs pertama yang direkomendasikan mesin pencari, untuk mendapati fakta bahwa aku ternyata seorang PLEGMATIS murni. Dengan persentase temperamen lain yang tidak cukup mendekati hasil pertama. Tentu saja aku terkejut. Selama ini aku selalu merasa diriku memiliki sedikit aura melow sehingga meyakini bahwa aku termasuk golongan melankolis.

Oleh karena itu, aku mencoba situs lain yang memiliki user interface lebih menarik dibandingkan sebelumnya. Dimulai dengan membaca penjelasan mengenai temperamen plegmatis di situs itu, aku makin sering mengangguk setuju. ASLI SESUAI BANGET. Akhirnya aku mencicipi tes yang disediakan disana. Dan ternyata beneran menarik. Beberapa kali aku mengikuti tes kepribadian daring, kebanyakan pilihan jawaban adalah agree or disagree dengan beberapa tingkatan termasuk pilihan netral, tetapi situs ini berbeda, pilihan yang disajikan adalah definitely true, somewhat true, somewhat false, and definitely false. Come on. Look how creative the developer are! Diksi yang mereka pilih terkesan informal tapi menarik dan unik, menurutku. Setelah mengisi 40 pilihan, sampailah aku pada akhir perjalanan..... didapatilah aku sebagai seorang PHLEGMATIC/MELANCHOLIC. Terpuaskanlah daku. Penjelasan di situs ini juga sangat ensuring and empowering terasa banget cara penulisnya bikin setiap kepribadian itu indah, lengkap dengan kekuatan dan kelemahan kombinasi temperamen ini dan saran untuk menjadi seorang plegmatis-melankolis yang bermanfaat bagi masyarakat.

Selanjutnyaa.... aku masih belum selesai. Seperti biasa tak lupa aku mengunjungi 16personalities.com , laman tes MBTI yang paling aku yakini hasilnya. Selama menjadi mahasiswa, beberapa kali mengikuti tes ini dan aku benar-benar tampak sebagai seorang ambivert, persentase ekstrovert-introvertku tidak jauh dari 50:50, entah itu 45:55 atau sebaliknya, dengan empat huruf buntut yang tetap sama. Hasil hari ini masih sama dengan hasil tes terakhir, aku masih seorang INFP, a Mediator (No one can stop me from dreaming--  as the website said). Seorang dengan pemikiran intuitif (56%), yang mengambil keputusan dan menyikapi emosi dengan perasaan (63%), yang lebih menggantungkan diri dengan harapan (74%) daripada keputusan tetap. Yang cukup berbeda adalah bagaimana aku berinteraksi dengan lingkungan, aku yang selama ini telah menisbatkan diri sebagai ambivert akhirnya menemukan titik terang..... tes kali ini membuktikan bahwa aku 71% seorang introvert. Akhirnya aku memiliki jati diri.

Sebagai penutup, malam ini aku menyatakan diri sebagai seorang INFP dengan temperamen plegmatis-melankolis.
Terima kasih.

Rabu, 27 Juni 2018

Hujan, Selimut, dan Kamu

Pagi ini aku masih berkemul. Hangatnya dekapan selimut membuatku makin enggan meninggalkan tempat tidur. Rintik hujan yang perlahan dan stabil masih terdengar di luar jendela. Gelapnya langit dan basahnya tetumbuhan melengkapi simfoni manis hujan di bulan Juni.

Seketika aku berpikir tentang bagaimana menatap wajah mengantukmu yang berusaha mengucapkan selamat pagi membuatku tersenyum. Aku tahu, kau tak kalah lelahnya dariku. Untung saja ini hari libur, kau tak perlu segera bersibuk ke kantor dan aku tak perlu bergegas menyiapkan mandi air hangat dan sarapan untukmu. Sesekali bolehlah kita bermanja barang sebentar.

Rutinitas harian kita mungkin terkadang menjemukan. Apalagi ketika aku harus pulang pagi dari shift malam yang melelahkan tanpa sempat mendapat kecupan di kening sebelum kau berangkat kerja. Sesampai rumah kuhanya disambut oleh lantai yang dingin. Menyiapkan air hangat untukku sendiri mungkin tak semenyenangkan menghangatkannya untukmu.

Mungkin semalam kita bercerita. Panjang sekali mengenai hariku dan harimu yang sibuk. Pekerjaan yang berbeda membuat kita tak pernah bosan saling berbagi. Kisahku selalu membuatmu tercengang, mendengar tentang seorang calon ibu yang baru saja bertahan hidup dari kecelakaan besar atau anak kecil yang berusaha dibakar ibunya, kau tak bisa menahan rahang bawahmu terbuka lemas. Ah, betapa aku sungguh mencintaimu dan reaksi berlebihanmu. Sementara aku hanya mengangguk semu mendengar tentang kamu dan rekan kerjamu berusaha menyelamatkan proyek yang kalian usahakan sejak berbulan lalu, dan bertepuk pelan saat dengan bangganya kau menepuk dada memberikan apresiasi pada dirimu setelah memenangkannya.

Kau tahu? Dinginnya pagi ini membuatku banyak berimajinasi. Tentang hujan, selimut, dan kamu. Kamu yang masih belum kutemui. Kamu yang kudo'akan dari sini di setiap akhir sholatku. Kamu yang semoga saja disana sedang mendo'akanku. Sembari diiringi derai hujan, ketika para malaikat turun untuk memeluk do'a-do'a kita.

(Rumah, 28 Juni 2018 ketika matahari belum mampu menembus awan)

Selasa, 26 Juni 2018

Seperti

Seperti gelap yang siap mendekap.
Seperti malam yang tak ingin menjadi kelam.
Seperti kita yang sedang menatap senja.
Seperti gemerisik dedaunan dan suara jangkrik menemani lamunan.
Sementara.
Beberapa saat saja.
Lalu ia lenyap.
Berganti senyap.