Sabtu, 31 Maret 2012

Mobil Esemka dan Eksistensi Karya Anak Bangsa


            Bangka Pos, 13 Januari 2011 menampilkan berita tentang telah terpopulerkannya mobil Esemka yang notabene dirakit dan dirancang oleh siswa-siswa SMK di Solo, Jawa Tengah yang menyulut minat seorang guru di Manggar, Belitung Timur untuk membuat motor matic berbahan bakar air aki. Dalam rubrik ini dinyatakan bahwa sebelumnya siswa SMK di Manggar juga sudah pernah membuat mobil berbahan bakar aki, tapi baru bisa menyalakannya belum sampai menjalankan. Hal ini semakin memacu siswa daerah untuk melanjutkan penelitian mengenai efisiensi pemanfaatan air aki.
            Keputusan ini adalah sesuatu yang lumrah. Bukannya meniru tapi menjadikan sesuatu sebagai acuan, sebagai motor penggerak gairah siswa SMK di daerah lain untuk terus berkarya. Mungkin lain kali antusiasme pemerintah dalam menindaklanjuti gebrakan besar seperti ini akan lebih tinggi lagi, tidak hanya hit and go seperti biasanya.Ketertarikan yang luar biasa hanya ditampilkan dalam menyoroti masalah-masalah remaja, bukan karya mereka.
            Padahal sebenarnya peluncuran mobil Esemka di Solo tidak begitu mengejutkan orang-orang yang berkecimpung di dunia SMK, karena sebenarnya putra daerah yang pertama kali berhasil merakit mobil adalah siswa-siswa dari SMKN 1 Malang. Tapi sayangnya buah karya mereka tidak mendapat dukungan dari stakeholder daerah, sehingga tidak dipublikasi segencar di Solo. Siapa yang pernah tahu bahwa siswa Malang pernah membuat mobil? Mungkin hanya beberapa pihak yang terlibat saja. Tanya kenapa? Tidak ada publikasi media, dan ketertarikan pemda untuk mempublikasikan karya emas anak bangsanya.
 Munculnya mobil Esemka ke permukaan telah memotivasi siswa SMK di daerah-daerah lain di Indonesia. Pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha diharapkan bisa duduk satu meja untuk memformulasikan semuanya. Karena dapat kita sadari bahwa di daerah, ketiga aspek itu berjalan sendiri-sendiri tanpa saling merangkul. Padahal untuk menetapkan Hak Paten terhadap suatu ciptaan tentunya membutuhkan bantuan dari ketiganya, begitu pula dengan pemeriksaan uji kelayakan yang tidak bisa selesai dalam waktu sebentar (baca : selalu diperlama).
            Alangkah tersia-sianya minat, bakat, dan karya anak bangsa yang tidak tersorot oleh ‘orang-orang atas’. Mengapa Indonesia masih saja terus-terusan menjadi follower (peniru) sementara di bumi Pertiwi ini telah bertebaran para inovator muda yang memiliki daya saing tinggi jika dibandingkan dengan SDM di negar-negara maju. Betapa menyedihkannya kondisi negeri ini jika pemerintah terus saja sibuk dengan permasalahan mereka sendiri. Sungguh terlalu kompleks persoalan di Tanah Air, terlalu pusing para pemegang kekuasaan kita dibuatnya, hingga tak ada lagi waktu untuk pemuda bangsa. Faktor-faktor kecil inilah yang pada akhirnya menghambat berkembangnya pengetahuan di Indonesia. Yang tahu makin tahu, yang tidak tahu malah jadi tak mau tahu.
            Mobil Esemka hanya satu contoh dari karya besar anak bangsa, selain itu masih banyak lagi ciptaan-ciptaan yang tak terungkap. Tak ada yang tau, bahkan saya pun tak menyadarinya. Tanya kenapa? Sekali lagi semua karena sedikit sekali media yang mempublikasikan . Media lebih sering memuat berita kebobrokan pejabat atau para entertainer, bukan kebaikan atau dedikasi mereka untuk negeri ini. Pemberitaan karya anak bangsa hanya lewat sekejap lalu hilang, tapi berita tentang kebobrokan moral bangsa diumbar kemana-mana tanpa ada kata “cukup”. Bahkan tak jarang terasa bahwa mereka yang berbuat pun tidak merasakan malu lagi, karena semua serba biasa. Hedonisnya bangsa ini.
            Salahkah jika pada akhirnya semua anak bangsa yang berdedikasi besar malah pindah mencari pemerintah lain atau negara lain yang mau menerima mereka dan menghargai karya mereka? Tentunya di penghujung cerita pemerintah akan mengaku-aku “Itu pemuda Indonesia, anak di TV luar negeri itu adalah anak Ibu Pertiwi”. Betapa memalukan dan menyedihkan.
 Padahal sejujurnya tentu saja remaja Indonesia semakin cinta pada Bumi Persada. Yah, meski terkadang mungkin pernah juga terlintas pikiran ingin mencari yang lebih baik, tapi kita semua pastinya tahu mana yang terbaik. Sekarang tinggal para pemuda yang menentukan pilihan mereka. Namun, akan lebih baik jika mereka tetap setia pada NKRI, tanpa harus berhenti berkarya.
--Intan Chairrany (XII IPA 1)--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar