Selasa, 01 Mei 2012

Orang Tua, Anak, dan Norma


            Anak merupakan karunia dari Tuhan yang dititipkan pada setiap orang tua, dan ditujukan untuk mengubah nasib dan jalan hidup manusia di masa yang akan datang. Tidak ada manusia yang sama di dunia ini, bagitu pula karakter anak-anak yang tersebar di seluruh belahan bumi, khususnya Indonesia. Dewasa ini anak-anak Indonesia pada umumnya terlihat sudah tidak lagi menjalankan perannya sebagai anak-anak, mereka lebih sering terlihat memperlakukan dirinya sebagai orang dewasa. Bukan salah mereka, mereka tentunya tak akan melakukan hal-hal yang seharusnya bahkan belum mereka kenal jika tidak ada orang terdekat mereka yang memberikan contoh atau bahkan terkadang menuntun mereka untuk menirunya secara tidak sengaja karena mereka ingin anak-anak itu berperilaku seperti yang mereka inginkan.
            Tidak hanya para orang tua yang memberikan contoh yang kurang tepat  yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, tapi juga kondisi keluarga yang tidak harmonis serta kekerasan-kekerasan kecil yang sering dilakukan dalam lingkup kelompok kecil yang kita sebut keluarga. Seorang anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tentunya sangat membutuhkan perhatian dari orang terdekatnya. Tapi apabila keluarganya tidak mampu memberikan perhatian yang betul-betul dia butuhkan, anak itu akan mencari pelampiasan di luar. Anak itu akan menjadi lebih terikat terhadap teman-teman bermainnya, pelariannya, yang belum tentu dapat memberikan perhatian cukup serta contoh yang baik seperti yang seharusnya diberikan oleh orang tua.
            Selain itu, di masa globalisasi ini anak-anak juga membutuhkan pengawasan yang lebih ketat. Kita semua tentunya tahu bahwa internet tidak hanya memuat konten yang baik, tapi juga konten yang tidak layak dikonsumsi anak. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap segala hal yang baru dikenali anak akan membuat mereka terperosok ke lubang yang lebih dalam. Meskipun dari luar mereka kelihatan baik-baik saja dan sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua mereka, didalamnya mereka sangat rapuh dan sangat mudah dipengaruhi oleh pengetahuan-pengetahuan baru yang mereka kenali sebelum mereka tahu bagaimana menyikapinya.
            Perkembangan anak yang tidak seharusnya ini akan sangat memberikan dampak besar pada jenjang kehidupan mereka selanjutnya. Seperti dapat kita lihat pada diri anak-anak sekarang, mereka lebih senang menuruti kata-kata teman daripada orang tua mereka. Hal ini pulalah yang membuat anak melupakan nilai-nilai luhur yang seharusnya lebih kuat ditanamkan oleh orang tua. Anak seolah merasa mereka sudah tahu lebih banyak daripada orang tua mereka, sehingga terkadang mereka tidak mau lagi menuruti kata-kata orang tua yang mereka anggap kolot, ketinggalan zaman. Sementara disamping itu, seorang teman datang membawakan sesuatu yang sangat ia inginkan, kesenangan semu yang selama ini dihalang-halangi oleh orang tua. Kesenangan seperti mencicipi hal-hal baru, melakukan pemberontakan dalam bentuk tawuran, membuka wawasan dalam dunia maya yang tanpa batas, dan masih banyak kesenangan-kesenangan lainnya.
            Hal-hal negatif yang terlanjur menjadi konsumsi mereka sehari-hari telah mengikis batasan-batasan yang sejak dulu ditanamkan oleh orang tua mereka. Anak-anak dengan jiwa egois akan melakukan kegiatan yang mereka sukai, sehingga tak ada lagi palang yang dapat menghalangi serta melindungi mereka dari energi negatif yang tersebar di sekitar mereka. Kebiasaan ini juga membuat mereka bertindak semena-mena menentang peraturan dan norma yang mereka pikir tidak lagi sesuai dengan pola kehidupan mereka sekarang. Peraturan itu terlalu menjerat mereka yang sangat ingin mencicipi udara kebebasan. Padahal menurut sebagian orang, kebebasan tidak selalu berarti harus pergi, namun kebebasan adalah saat dimana kita bisa tetap tinggal dengan rasa nyaman.
            Anak-anak seharusnya menyadari hal ini, tapi apa yang harus kita perbuat pada anak yang terlanjur terpeleset? Mereka tidak akan mau diangkat atau disuruh berdiri begitu saja. Mereka membutuhkan uluran tangan yang menyentuh hati mereka, memperingatkan mereka bahwa tidak baik berada di tempat mereka tidak seharusnya berada. Terkadang untuk merubah seorang anak, kita harus sedikit merelakan waktu untuk memperhatikan mereka, sedikit teguran, serta sedikit sapaan ramah saat mereka masuk atau keluar rumah. Mereka akan lebih menghargai perlakuan seperti ini daripada memberikan mereka tekanan yang berlebihan dengan menggunakan alat pemukul untuk mengingatkan mereka, yang akan memberikan efek ingin membalas dendam dalam benak mereka.
            Secara tidak langsung, setiap orang tua haruslah memiliki cara tersendiri untuk mendidik anak sesuai dengan karakter mereka. Perlu diketahui bahwa kekerasan sama sekali bukan cara yang baik untuk mendidik serta menanamkan norma pada anak. Buatlah mereka mengenal bahwa kekerasan bukan hal yang baik, jangan malah mencontohkan pada mereka. Karena anak-anak yang terbiasa dengan kekerasan di rumah akan dengan senang hati mempraktekkannya pada teman-teman bermainnya, yang kemungkinan akan menirunya pula. Bukankah ini nantinya akan menjadi kondisi yang sangat tidak mengenakkan ketika di masa depan mereka menjadi oknum-oknum penggila kekerasan yang tentunya akan merugikan orang-orang disekitar mereka.
            Tapi kenyataan saat ini sudah terlanjur salah, banyak anak-anak yang terperangkap dalam jerat kekerasan yang seolah sudah menjadi darah daging mereka. Mereka lebih senang menyelesaikan masalah dengan otot dan emosi dibanding memusyawarahkannya dengan otak dan logika. Tindakan kasar serta kata-kata kotor serasa sudah berada di ujung lidah mereka, begitu mudah untuk diucapkan. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Bang Haji Rhoma Irama dengan kalimat “Masa muda masa yang berapi-api, maunya menang sendiri walau salah tak perduli”. Norma yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dengan sangat mudah dihempas hingga ke dasar jurang. Rasa segan terhadap orang tua pun mulai terhapuskan dari jiwa anak-anak yang mulai beranjak dewasa. Tenggelam dalam kebiasaan orang Barat yang menganggap kedewasaan berarti tak ada lagi yang boleh ikut campur dalam hidup mereka.
            Kondisi seperti ini tentunya tidak boleh kita biarkan berlarut-larut. Mental anak harus ditata ulang supaya mereka dapat bertindak sebagaimana mestinya. Menjadi anak baik yang selalu menjaga perilakunya agar terus sejalan dengan berbagai norma yang telah ditanamkan dalam-dalam di benak mereka. Anak yang patuh pada orang tua dan selalu mengingat nilai-nilai agama.
            Sebagai penyelesaian hendaknya kita memperlakukan anak seperti bagaimana mereka seharusnya diperakukan. Memberi mereka perhatian sesuai kebutuhan, tidak lebih dan tidak pula kurang. Mendidik mereka dengan penuh kasih sayang sambil terus berusaha mengimbangi dengan kondisi dunia mereka saat ini.  Mengawasi pergaulan mereka serta menghindarkan diri mereka dari menyaksikan tindakan kekerasan secara langsung.



Oleh : Intan Chairrany

Tidak ada komentar:

Posting Komentar