Jumat, 28 Juli 2017

Pendayung Di Sungai Merah -Bagian Pertama-


"Ciplak ciplak," sayup-sayup terdengar suara kecipak dayung dari kejauhan. Seorang anak menoleh dan memperhatikan jalannya perahu itu. Hei, perahunya berjalan mundur.

Hebatnya pendayung itu yang mampu mengendalikan perahu sambil mundur. Si kecil terus memperhatikan sampai pendayung tiba di tepi dan menurunkan penumpangnya.

Arus sungai ini tidak begitu kuat, sekalipun di musim hujan. Sungai yang tenang ini menghubungkan dua sisi desa kecil kami. Sisi Agri dan sisi Barni. Satu adalah tempat bercocok tanam, dan sisi lainnya menjadi tempat beternak dan berniaga. Perbedaan tingkat kesuburan inilah yang membuat desa kami begitu unik.

Suatu ketika datanglah seorang pengembara dari arah pegunungan. Dia mengenakan pakaian yang sama sekali berbeda dengan penduduk desa. Sangat mencolok.

Dia tiba di pasar dan menukarkan beberapa jamur yang ia petik di gunung dengan sebuah roti selai. Lalu ia melihat ke seberang sungai, tampaklah ladang yang asri dengan suasana lebih tenang. Ia ingin segera menuju ke sana tetapi kebingungan, tidak ada satu pun kendaraan yang bisa ia gunakan untuk menyeberang. Sementara ia sadar bahwa sungai itu terlalu lebar untuk ia seberangi dengan berenang. Ia lalu bertanya pada seorang pedagang, "Dimana saya bisa menemukan kendaraan untuk menyeberang?". "Oh, tunggulah saja. Sebentar lagi ia akan tiba," ujar sang pedagang.

Tak lama kemudian, ciplak ciplak. Suara kecipak dayung terdengar lagi. Si pengembara mencari2 arah datangnya suara itu. Lalu ia melihat sebuah perahu yang berjalan mundur ke arahnya.

(Bersambung)

2 komentar:

  1. Ditunggu bagian yang berikutnya mbak intan,.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah membaca, bagian berikutnya masih dalam bayangan.

      Hapus