Dia masih saja bercerita tentang Laras, selalu Laras. Seakan
di dunia ini hanya Laras yang tampak di matanya tiap ia menatap. Laras yang
selalu acuh padanya. Laras yang bahkan tak pernah tampak menggubrisnya. Dia tak
pernah peduli pada apapun yang telah beribu bahkan berjuta kali kukatakan.
Lepaskan Laras. Dua kata itu hanya dianggap angin lalu. Seandainya kalimat itu
masuk ke telinga kanan lalu keluar di telinga kiri, itu masih lebih baik
daripada kenyataan saat ini. Setidaknya sempat lewat sebentar dalam otaknya meskipun
mungkin tak akan di proses. Namun, dunia bukan dunia jika hanya memberikan apa
yang kita harapkan. Kalimat itu hanya sekadar mencoba masuk ke dalam
telinganya, lalu terpantul kembali. Tanpa pernah masuk ke bagian temporal dalam
serebrum-nya.
Laras adalah kiblatnya. Laras yang menghidupkan jiwanya,
Laras pula yang mematikannya. Sungguh tak ada yang bisa menerka arah pikiran
lelaki itu. Sikap acuh Laras tak pernah dianggapnya sebagai penolakan, malah
dijadikannya pijakan untuk maju. Ini tantangan, katanya.
Mereka bukanlah sahabat karib sejak lama. Mereka hanya
sekadar kenal, lalu hatinya yang coba mengenal malah terpental. Membal. Tak
mampu menembus dinding pembatas yang dipasang Laras hanya untuknya yang datang pada
waktu dan ruang yang tidak tepat. Tidak pernah tepat.
Rani tahu Laras menyimpan rasa yang sama padanya. Ia tahu
itu. Mungkin Laras hanya menunggu waktu dan ruang yang tepat untuk semuanya.
Untuk hatinya.
Setiap ada yang bertanya, apa yang membuatnya begitu
menggilai Laras. Lidahnya terasa kelu, dia pun tak tahu. Yang ia tahu hanyalah
ia menyukai Laras. Sudah, begitu saja. Sesederhana itulah cinta menurutnya.
Semakin kuat ia menjauh, energi radiasi yang dipancarkan
Laras malah terasa semakin kuat. Membuatnya terikat, erat. Laras telah merampas
hidupnya. Segala cara telah diusahakannya, hanya demi menjauhi Laras, membuang
Laras-Laras yang terus saja berkelebat di hatinya, mengacaukan fungsi otaknya.
Studinya kacau, sesuatu yang dari dulu diidamkannya dengan
suka rela dilepaskan. Hanya untuk pergi dari hidup Laras. Sebenarnya bukan.
Bukan pergi dari hidup Laras, melainkan menjaga hatinya agar tak terlampau jauh
pergi meninggalkan logikanya. Hidup dalam dunia empat dimensi memang
menyakitkan. Membuat dunia yang sesungguhnya sederhana terasa rumit dan irrasional.
Laras dengan begitu mudah membuat dunianya indah dan mencekiknya ketika lengah.
Laras adalah tokoh protagonis sekaligus antagonis dalam skenario hidupnya.
******
Tio masuk dengan menenteng gitar kebanggaannya. Pada pelajaran
kesenian, ia akan menunjukkan sesuatu pada dunia dan mungkin pada Laras. Di
bangku kedua dari depan, mata Rani dan Anggra mengikuti langkah Tio yang
dramatis ketika maju ke depan kelas. Mereka sudah mampu menebak hal apa yang
akan terjadi. Seperti biasanya Tio berubah menjadi gitaris dadakan dan dengan
ringan mengalunkan melodi akustik, nada-nada ritmis yang manis.
Cube dulu ku mada, kalo ku renyek kek
ka
Cube dulu ka mada, ka renyek kek ku
Ngape kite dak sua, nek ngumong kearah
tu
Ngape kite bedue malu-malu
Baru kini ku tau dari kawan akrab ka
Rupe e ka agik galek nanyak ku
Baru kini ka tau, dari kawan akrab ka
Ku galek nanya ape kabar ka
Agik ku simpen buku, ade tulis tangan
ka
Agik galek ku bace waktu ku rindu
Agik ku simpen buku, ade tulis tangan
ka
Waktu kite agik sekolah dulu
Kini kite betemu
Tapi ka lah punya jie
Kini kite betemu
Ku lah punye ge
(Nyesel,
Klaki Band)
Suara Tio mengalir merdu memancarkan romantisme cinta tersembunyi
pada semua gadis di kelas ini, kecuali Laras. Ia yang duduk di bangku paling
depan bahkan sama sekali tidak terlihat tertarik memalingkan beberapa derajat
kepalanya demi menyaksikan konser tunggal Tio. Rani tahu pasti Laras menyimpan
sesuatu dalam hatinya. Rani tahu Laras menyadari tingkah Tio yang sesekali
mencuri pandang sambil tersenyum di tengah lagu yang tadi dinyanyikannya. Rani
tahu dengan jelas bahwa Laras hanya berpura-pura tidak tahu karena merasa
bersalah pada seseorang di masa lalunya.
******
16
Desember 2012
“Kamu tahu nggak sih
sekuat apa usaha yang sudah aku keluarkan hanya untuk melupakan perempuan itu?
Aku sudah berusaha, Ran. Namun, setiap aku bertatap muka dengannya, semua poin
yang telah kuraih dalam pencapaian tujuan besarku itu seakan berguguran ke
dasar jurang, kembali ke posisi nol. Usahaku sia-sia saja, Ran!”
Tio terengah-engah, wajahnya merah,
menahan segala rasa dengan pasrah. Rani terdiam menatap sahabatnya yang untuk
kesekian kali masih terus menyampaikan isi hatinya. Laras adalah candu baginya dan sekarang gadis itu telah membuatnya
sakau, batin Rani. Dia masih diam, menunggu Tio selesai, ia tak terbiasa
menginterupsi kalimat seseorang, apalagi yang sedang dalam emosi tertingginya.
Tio tak pernah main-main dengan perkataannya. Semua yang ia katakan selalu
datang dari hatinya, dan kali ini, dari relung tergelap di sana.
“Ran, aku lelah. Aku menyesal
menyukai dia. Entah kenapa perempuan itu sulit sekali aku lupakan. Sekeras apa
pun aku berusaha, sekuat apapun aku menjauh, dia terus muncul, Ran. Ketika aku
sedang tidak siap, bayangnya malah terus menerus menari di depan mataku, bukan
hanya di benakku. Aku mulai bosan dengan perasaan ini, tapi aku belum mampu
melepasnya. Aku hampir putus asa.”
Tatapannya yang tadi berapi-api
sekarang berubah. Sayu. Sendu. Matanya tak lagi memancarkan semangat yang selalu
muncul dari dirinya setiap kali bercerita tentang Laras. Sekarang ia butuh
suntikan endorfin yang ia tahu bisa datang dari lidah Rani.
“Sudahlah Yo, kamu itu normal kok.
Perasaanmu itu memang akan bisa kau bohongi, tapi aku tahu kamu selalu bisa
jadi orang optimis. Aku percaya kamu mampu merubah perasaan yang selama ini kau
seret ke kutub negatif itu menjadi energi positif yang malah membuatmu semakin
berani menganggap semuanya hanya tantangan seperti dulu. Tuhan pasti punya
maksudNya sendiri dengan menakdirkan dirimu terjebak dalam kisah seperti ini.
Akan selalu ada pelajaran dalam setiap ujianNya, termasuk pengalaman hatimu
ini.”
*****
(cinta mereka masih ada...)
blogmu nice, dek. lanjutkan.. :)
BalasHapusmakasih kakak, punya kakak jg keren ;)
HapusWah lg nyari lirik lagu klaki band yg ni. Nemu blog kamu. Anak unsri juga ya. Aku juga unsri 2012
BalasHapusHaihaai.. unsri 12 juga, salam kenal :)
Hapus