Selasa, 29 April 2014

KEPEMIMPINAN ISLAM DAN INDONESIA

"Siapa yang benci kepada suatu (tindakan) pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena sesungguhnya tiada seorangpun dari manusia yang keluar sejengkal saja dari pemimpinnya kemudian ia mati dalam keadaan demikian melainkan ia mati dalam keadaan jahiliyah." (HR. Muslim) 
Ketika berbicara mengenai pemimpin dalam Islam, maka yang terlintas dalam benak adalah sosok Amirul Mu’minin yang mampu menaungi umatnya dengan segala hukum Islam. Bayangan pemerintahan di zaman Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat yang begitu memesona dengan segala pahit manisnya.
Sesungguhnya dalam Islam ada banyak sekali kegiatan yang diatur hanya dapat dilaksanakan berjama’ah. Dalam konsep jama’ah ini, ada seorang yang dipercaya sebagai imam, dapat pula diartikan pemimpin atau orang yang berada di depan (dari kata dasar amaama yang  dalam bahasa Arab berarti di depan) sedangkan yang lainnya menjadi ma’mum (orang yang dipimpin). Dengan kata lain, Islam mengharuskan umatnya untuk memilih seorang pemimpin (amir) dari mereka agar dapat menggabungkan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Seorang amir patutnya adalah seseorang yang lebih baik dari ma’mum  baik agama maupun ilmunya, lebih banyak mengetahui, lebih mampu menyampaikan, serta lebih mampu mempengaruhi untuk tujuan kebaikan. Praktisnya, seorang amir dalam Islam adalah seseorang yang dengan sukarela diikuti oleh umatnya tanpa mereka berniat membelot tapi tetap memiliki hak dan kewajiban untuk menegur ketika amir mereka salah. Dalam sholat contohnya, ketika imam salah gerakan maka ma’mum yang dibelakangnya akan melafalkan “Subhanallah, subhanallah, subhanallah.” Imam yang sadar seharusnya akan langsung memperbaiki kesalahannya karena tujuan dalam Islam adalah melakukan yang tebaik untuk mendapatkan ridho Allah swt.
Sesungguhnya Al Qur-an adalah sumber dari segala ilmu yang diturunkan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam. Apabila pemimpin di suatu negara yang rakyatnya diatur untuk menjadi monotheis meski dengan kepercayaan berbeda benar-benar menerapkan pemerintahan berbasis Qur-an maka seharusnya negara yang dipimpinnya akan berjalan menuju kebaikan. Lain halnya jika pemimpin itu sendiri yang salah menafsirkan lalu salah pula mengerjakannya, atau rakyat di negara itu yang menolak apa yang dibawa pemimpinnya seperti yang telah terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Seorang pemimpin tentunya tidak dapat bergerak sendirian tanpa dukungan dari rakyatnya. Pemimpin ada untuk memimpin umatnya agar bergerak bersama mencapai tujuan negara, bukan untuk menjalankan sendiri programnya tanpa bantuan.
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia. Negara yang dibangun oleh beragam suku, agama, dan ras. Bersatu padu dalam Bhineka Tunggal Ika sejak hampir 69 tahun silam. Negara yang disebut-sebut negara Islam namun tampak sekuler inilah tempat kita tinggal berdiam dan lalu beranak-pinak. Negara Islam satu-satunya yang masih bersikukuh mengikuti kompetisi putri kecantikan kelas dunia, negara Islam yang memiliki Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, negara Islam dengan tingkat korupsi yang masih sangat tinggi.
Negara kita tercinta ini memang belum menerapkan sistem pemerintahan Islam, mengingat bukan hanya kaum muslim yang mengisi kepulauan ini. Kepulauan besar kita merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi Pancasila yang sangat jelas tidak termasuk dalam hukum Islam, karena Islam mengajarkan sistem musyawarah mufakat dan pemerintahan berbasis khilafah. Hal ini membuat beberapa penganut Islam yang fanatik buta menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang tidak bisa ditolerir sehingga mereka memilih untuk menjadi “golongan putih” setiap kali dilaksanakan pemilihan umum. Keputusan yang sangat tidak beralasan jika kita mempertimbangkan apa yang akan terjadi saat kita menyerahkan hak suara begitu saja tanpa peduli apa yang akan terjadi pada kertas suara kita. Pemilu Legislatif yang dilaksanakan 9 April silam masih dinodai oleh jejak golput. Seandainya memang orang-orang Islam yang seharusnya pintar ini tidak mau terlibat, mau jadi apa negara ini?
Saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa borok Indonesia hampir tidak dapat lagi disembunyikan. Beberapa orang hanya mencibir di belakang, berkomatkamit mencaci pemegang pemerintahan saat ini tanpa cukup peduli untuk sekadar datang ke bilik kecil mencoblos satu lambang partai. Bukankah ada banyak partai yang juga membawa nama Islam? Seperti kata pepatah, “Suatu kaum tidak akan berubah sampai kaum itu sendiri yang merubahnya.” Bagaimana Islam mau berkembang lagi di Nusantara kalau pegiat muslim sendiri terpecah-pecah dan terlalu malas untuk mencoba berubah? Padahal dengan berikhtiar, mungkin saja Allah akan membawa suara kita untuk dapat mengubah hasil yang pastinya sudah diprediksi bahkan sebelum Pemilu digelar.

Kepada para pemuda penerus bangsa: Tunjukkan eksistensimu, buktikan pada dunia bahwa keberadaanmu dapat membantu memperbaiki Indonesia. Kalianlah para calon pemimpin, maka pilihlah pula pemimpin yang setidaknya paling baik dari semua calon yang ada agar kalian dapat meneruskan perjuangannya kelak. 

opini ini telah dipublikasikan pada Buletin Galaxy BPPM Ibnu Sina FK Unsri Edisi April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar